Wednesday, September 15, 2010

(PLEDOI) KRITIK OTOKRITIK SEORANG POLITBIRO CC PKI

Butir terpenting KOK adalah kritik sangat tajam dan luas terhadap politik PKI dan tingkah laku para pemimpinnya selama dibawah pimpinan DN Aidit dkk. Pimpinan Polit Biro baru, pasca G 30 S 1965, Sudisman dkk menerima kritik tersebut sebagai kritik atas dirinya sendiri, sehingga disebut Otokritik.

Pendek kata selama masa kepemimpinan DN Aidit, politik PKI adalah politik borjuis kecil yang plin-plan dan tidak revolusioner, sifat-sifat yang juga diperlihatkan pada para tokoh pimpinannya. Karena itu KOK menghendaki adanya perubahan fundamental dan menyeluruh, baik dibidang ideologi, politik dan organisasi. 

Sebuah kesadaran yang terlambat, setelah kegagalan Avonturisme G 3O S, yang pada akhirnya menyeret PKI kedalam kehancuran yang sistematis.

PLEDOI SUDISMAN
KRITIK OTOKRITIK SEORANG POLITBIRO CC PKI
 

Dalam Statement Politbiro CC PKI menyambut ulangtahun ke-46 Partai, antara lain dinjatakan "Kenjataan bahwa kekuatan2 kontra-revolusioner dalam waktu singkat telah berhasil memukul dengan menimbulkan kerusakan2 berat pada PKI, mengharuskan kita jang masih bisa meneruskan perdjuangan revolusioner ini untuk melakukan kritik dan otokritik sebagai satu2nja tjara jang tepat untuk bisa menamukan kekurangan2 dan kesalahan2 baik di bidang teori, politik dan organisasi, dan.kemudian memperbaikinja".


Malapetaka jang telah-menimbulkan kerugian berat kepada PKI dan gerakan revolusioner Rakjat Indonesia sesudah tardjadi dan gagalnya "Gerakan 30 September" telah menjingkap tabir jang dalam waktu tjukup lama menutupi kelemahan2 berat PKI. Pimpinan PKI telah mendjalankan avonturisme, jaitu dengan mudah sadja tanpa mengindahkan ketentuan2 organisasi melibatkan diri ke dalam "Gerakan 30 September" jang tidak berdasarkan kesedaran dan kejakinan jang tinggi massa Rakjat. Dan karena itu telah menjebabkan terpentjilnja Partai dari massa Rakjat. Sebaliknja sesudah kalahnja "Gerakan 30-September" pimpinan Partai mendjalankan garis oportunisme kanan, jaitu menjerahkan nasib Partai dan gerakan revolusioner pada kebidjaksanaan Presiden Sukarno. Ini adalah puntjak kelemahan2 dan kesalahan2 berat PKI baik di bidang ideologi, politik dan organisasi.

Politbiro menginsjafi akan tanggung-djawabnja jang paling besar dalam hal kelemahan2 dan kesalahan2 berat dalam Partai selama ini. Oleh karena itu Politbiro sangat memperhatikan dan menghargai se-tinggi2nja kritik setjara Marxis-Leninis dari kader2 dan anggota2 serta kritik2 setjara djudjur dari simpatisan2 Partai jang dinjatakan dengan berbagai tjara. Politbiro bertekad untuk melakukan otokritik setjara Marxis-Leninis, mengamalkan adjaran Lenin dan teladan Kawan Musso dalam melakukan kritik otokritik setjara Marxis-Leninis. Lenin mengadjarkan bahwa "Sikap sesuatu partai politik terhadap kesalahannja sendiri adalah salah satu tjara jang penting dan terpertjaja untuk mengukur kesungguhan partai itu dan bagaimana ia dalam praktek menunaikan kewadjiban2 terhadap klasnja dan Rakjat pekerdja. Terus terang mengakui kesalahan, menjelidiki sebab2nja, menganalisa keadaan jang telah menimbulkan, dan dengan teliti mendiskusikan tjara2 untuk memperbaikinja, itulah tanda suatu partai jang serius; itulah tjara ia harus menundjukkan kewadjiban2nja, itulah tjara ia harus mendidik dan melatih klas, dan kemudian massa"1) (digaris-bawahi oleh Lenin).

Pada bulan Agustus 1948, Kawan Musso telah memberikan teladan dalam Politbiro CC PKI untuk melakukan kritik dan otokritik setjara bebas, setjara Marxis-Leninis terhadap kelemahan2 dan kesalahan2 berat PKI selama tahun2 berlangsungnja Revolusi Agustus 1945. Berkat kritik dan otokritik jang tidak kenal ampun terhadap kelemahan2 dan kosalahan2 itu, telah ditemukan djalan keluar jang bertudjuan untuk menegakkan kembali PKI sebagai pelopor klas buruh Indonesia, mengembalikan tradisi baik PKI pada waktu sebelum dan selama Perarig Dunia ke-II dan untuk membikin PKI memperoloh hegemoni dalam pimpinan revolusi.2) 

Perdjuangan intern-Partai dalam pembangunan kembali PKI jang menderita pukulan berat dalam "Peristiwa Madiun". dan pelaksanaan Djalan Baru (Resolusi Politbiro CC PKI Agustus 1948) telah melahirkan Politbiro baru pada tahun 1951. Pengalaman sampai dengan terdjadinya "Gerakan 30 September" 1965 menundjukkan, bahwa Politbiro jang dipilih pada tahun1951, dan jang terpilih kembali oleh CC Partai hasil Kongres Nasional Ke-V dan Ke-VI, bukan sadja tidak berhasil melaksanakan Koreksi Besar Musso, tetapi telah melakukan penyelewengan2 serius dari Marxisme-Leninisme. Sebagai akibatnja, PKI tidak dapat memenuhi tugasnja dalam sedjarah, sebagai pelopor klas buruh dan pemimpin perdjuangan pembebasan Rakjat Indonesia.

Mengingat beratnja kelemahan dan kesalahan2 jang melibat seluruh Partai, Politbiro memandang perlu untuk menjusun analisa jang lengkap, supaja setiap anggota Partai dapat mempeladjari se-baik2nja dan supaja dapat mentjegah terulangnja kembali kelemahan2 dan kesalahan2 jang sama di masa datang. Tetapi dalam keadaan meradjalelanja teror putih jang paling ganas dan paling kedjam dari diktatur militer djendral2 kanan AD Suharto-Nasution sekarang ini, tidak mudah untuk melakukan kritik dan otokritik se-lengkap2nya itu. Untuk mentjukupi keperluan jang mendesak, perlu lebih dulu dikemukakan soal2 jang pokok di bidang ideologi, politik dan organisasi, untuk didjadikan pegangan mempeladjari kelemahan2 dan kesalahan2 Partai dalam gerakan pembetulan fikiran sekarang ini.

Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati Politbiro menjadjikan otokritik ini. Politbiro mengharap kepada setiap anggota Partai untuk menganbil bagian aktif dan kritis dalam mendiskusikan kelemahan2 dan kesalahan2 pimpinan Partai dan berusaha sekuat tenaga untuk menjempurnakan Otokritik Politbiro CC PKI ini, dengan menarik peladjaran2 dari pengalamannja masing2 baik setjara kolektif maupun setjara perorangan. Politbiro mengharap supaja tiap anggota Partai berpegang teguh pada garis "persatuan-kritik-persatuan" dan "menerima peladjaran dari jang sudah2 supaya lebih waspada di kemudian hari; mengobati penjakit untuk menjelamatkan sisakit", agar dapat mentjapai dua tudjuan, jaitu kedjernihan dalam ideologi dan persatuan diantara kawan2"3) Dengan berpegang teguh pada pedoman jang tepat ini Politbiro jakin bahwa setiap anggota Partai akan mengambil bagian dalam gerakan mempeladjari dan mengatasi kelemahan2 serta kesalahan ini dengan tekad untuk membangun kembali PKI jang Marxis-Leninis, memperkuat persatuan dan solidaritet Komunis, mempertinggi kewaspadaan ideologi, politik dan organisasi serta mempertinggi semangat djuang untuk mentjapai kemenangan.

POKOK2 KELEMAHAN2 DI BIDANG IDEOLOGI

Resolusi Djalan Baru dalam menundjukkan sebab utama kesalahan2 prinsipiil di lapangan organisasi dan politik PKI dalam masa Revolusi Agustus mengatakan:
"Politbiro berpendapat, bahwa kesalahan2 prinsipiil tsb di atas terutama disebabkan karena lemahnja ideologi Partai".

Kelemahan2 dan kesalahan2 berat jang diderita oleh Partai dalam periode sesudah tahun 1951 tidak bisa tidak djuga bersumber pada kelemahan2 ideologi, terutama pada pimpinan Partai. Kelemahan ideologi ini bersumber dari asal klas burdjuis ketjil dan kurangnya menguasai Marxisme-Leninisme. Lenin mengadjarkan, buhwa "tanpa teori revolusioner tak mungkin ada gerakan revolusioner," dan bahwa "peranan pedjuang pelopor itu dapat dilakukan hanja oleh partai jang berpedoman kepada teori jang paling madju".4) Pengalaman kaum Komunis Indonesia membenarkan sepenuhnja adjaran Lenin itu. Kelemahani2 dan kesalahan2 berat jang telah menjebabkan PKI tidak dapat memenuhi tugasnja sebagai pelopor klas buruh Indonesia, oleh karena pimpinan Partai bukan sadja tidak berhasil memadukan teori revolusioner dengan praktek kongkrit revolusi Indonesia, tetapi bahkan telah menempuh djalan jang terlepas dari pedoman teori jung paling madju. Pengalaman itu menundjukkan bahwa PKI belum berhasil memperoleh pimpinan inti jang terdiri dari elemen2 proletar, jang sungguh2 memiliki pengertian jang se-tepat2nja tentang Marxisme-Leninisme, pengertian jang sistimatis dun tidak sepotong2, pengertian jang praktis dan tidak abstrak.

Partai kita mempunjai kelemahan2 ideologi jang mempunjai akar sedjarah jang lama, jaitu subjektivisme. Dasar sosial ideologi subjektivisme adalah klas burdjuis ketjil. Indonesia adalah negeri burdjuis ketjil, dimana perusahaan2 pemilik ketjil sangat banjak, terutama pertanian perorangan. Partai kita dilingkung oleh klas burdjuis ketjil jang sangat besar, dan banjak anggota Partai berasal dari klas ini. Tidak bisa tidak fikiran2 dan kebiasaan2 burdjuis ketjil terbawa masuk ke dalam Partai. Metode berfikir burdjuis ketjil adalah subjektif berat sebelah dalam menindjau masalah2. Tidak bertolak dari kenjataan objektif, dari imbangan kekuatan klas2 jang objektif, tetapi dari kemauan subjektif, perasaan subjektif dan angan2 subjektif. Subjektivisme inilah jang mendjadi sumber ideologi kesalahan2 dogmatisme atau empirisisme di.bidang teori, oportunisme kanan atau oportunisme "kiri" di bidang politik dan liberalisme atau sektarisme di bidang organisasi, jang pernah terdjadi dalam Partai kita.

Dalam masa pelaksanaan Djalan Baru terdjadi perdjuangan dalam Partai kita melawan subjektivisme. Akan tetapi perdjuangan itu ternjata belum berhasil mentjabut sampai keakar2nya ideologi subjektivisme. Ini terbukti dari pengalaman Kongres Nasional Ke-V Partai. Dalam Kongres ini telah dilakukan kritik jang tadjam terhadap subjektivisme jang merupakan perintang pelaksanaan Resolusi Djalan Baru. Tapi bersamaan dengan itu Kongres telah membikin kesalahan jang sama dengan menerima Manifes Pemilihan Umum PKI, jang mengadjukan program untuk membentuk Demokrasi Rakjat melalui Pemilihan Umum. Ini adalah pernjataan dari opor tunisme "kiri" dan kanan sekaligus. Ditindjau dari segi program jang terlalu djauh, melampaui apa jang bisa ditjapai berdasarkan sjarat2 objektif adalah merupakan kesalahan "kiri". Tetapi ditindjau dari djalan fikiran bahwa Demokrasi Rakjat akan dapat ditjapai melalui pemilihan umum, djadi setjara damai, adalah merupakan kesalahan kanan.

Dalam periode sesudah tahun 1951, subjektivisme tetap tumbuh, makin lama makin besar dan melahirkan oportunisme kanan jang berpadu dengan pengaruh revisionisme modern jang terdjadi dalam Gerakan Komunis Internasional. Ini merupakan benang hitam oportunisme kanan jang mendjadi tjri pokok kesalahan2 PKI dalam periode tersebut. Tumbuh dan perkembangan kelemahan2 serta kesalahan2 itu oleh karena faktor2 sebagai berikut:

Pertama, tidak dihidupkannja tradisi kritik dan otokritik setjara Marxis-Leninis di dalam Partai terutama di dalam pimpinan Partai. Salah satu tjontoh adalah mengenai penggantian Manifes Pemilihan Umum PKI. Setelah diketahui bahwa Manifes Pemilihan Umum itu salah, segera ditjabut dan diganti dengan program jang lain, jaitu untuk pemerintah Koalisi Nasional. Tetapi tindakan itu tidak disertai deagan kritik dan otokritik setjara luas dan dalam mengenai sumber ideologi dari kesalahan itu, untuk mendjaga "prestise pimpinan". Oleh karena itu tindakan mengganti Manifes Pemilihan Umum dengan program untuk Pemerintah Koalisi Nasional masih belum mengikis sikap oportunis menghadapi Pemilihan Umum dalam rangka demokrasi burdjuis. Mengenai soal ini lebih landjut akan kita kupas di belakang.

Gerakan2 pembetulan fikiran atau gerakan beladjar jang.kadang2 diadakan oleh Partai kurang dilaksanakan dengan serius dan konsekwen, kurang disimpulkan setjara baik, dan tidak diikuti dengan tindakan2 organisasi jang diperlukan. Gerakan2 beladjar lebih banjak ditudjukan kepada bawahan dan boleh dikatakan tidak pernah ditudjukan untuk melakukan kritik dan otokritik di kalangan pimpinan. Kritik dari bawah tidak diberi saluran jang baik, bahkan ditekan.

Tidak dihidupkannya tradisi kritik dan otokritik setjara Marxis-Leninis di dalam Partai, terutama di dalam pimpinan Partai disatu fihak dan lemahnja teori kader2 Partai pada umumnja difihak lain menumpulkan daja kritik dan kewaspadaan ideologi kader2 Partai pada umumaja, dan khususnja kader2 pimpinan.

Kedua, menjusupnja pengaruh ideologi burdjuis jang melalui dua djalan, jaitu pada waktu Partai menggalang front persatuan dengan burdjuis nasional, dan penburdjuisan diri di kalangan kader2 terutama pimpinan setelah mendapatkan kedudukan2 di dalam lembaga2 pemerintahan den semi-pemerintah. Makin banjaknja kader2 Partai duduk dalam lembaga2 pemerintahan-dan semi-pemerintah di pusat dan daerah menimbulkan "lapisan kaum buruh jang diburdjuiskan" dan ini merupakan "saluran2 jang sebenarnja bagi reformisme."5) Keadaan demikian itu tidak terdapat pada masa sebelum Revolusi Agustus 1945. 

Ketiga, revisionisme modern mulai menjusup ke dalam Partai ketika setjara tidak kritis Sidang Pleno Ke-IV CC Kongres Ke-V menerima laporan jang membenarkan garis Kongres Ke-20 PKUS dan mendjadikan garis "meatjapai sosialisme setjara damai melalui djalan parlementer" sebagai garis PKI. Djalan damai sebagai salahsatu tjiri revisionisme modern ini telah lebih dipakukan lagi dalam Kongres Nasional Ke-VI PKI dengan ditjantumkannja dalam Konstitusi Partai kata2 bahwa "adalah suatu kemungkinan bahwa sistim Demokrasi Rakjat sebagai tingkat peralihan ke sosialisme di Indonesia ditjapai dengan djalan damai, djalan parlementer. PKI dengan sekuat tenaga berdjuang untuk mendjadikan kemungkinan ini suatu kenjataan". Garis revisionis ini bahkan diperkuat kembali dalam Kongres Nasional PKI ke-VII dan tidak pernah dikoreksi, walaupun ketika itu Partai kita sudah sadar bahwa pimpinan PKUS sedjak Kongres Ke-20 telah menempuh djalan revisionisme modern.

Dalam menghadapi revisionisme modern pimpinan PKUS, pimpinan PKI jang sudah sangat terikat oleh persekutuan dengan burdjuasi nasional, telah mengambil sikap jang tidak tegas. Sikap itu diambil terutama dari segi menjelamatkan kepentingan persekutuannja dengan burdjuasi nasional dan bukan dari segi kepentingan jang jelas dari proletariat. Meskipun pada tahun2 belakangan pimpinan PKI mengetjam berbagai garis revisionisme modern pimpinan PKUS, dan dari sikapnja ini PKI mendapat tempat terhormat dalam barisan kaum Marxis-Leninis sedunia, tetapi masih tetap memelihara hubungan baik dengan pimpinan PKUS, dan pengaruh revisonisme dalam Partai tidak dikikis sama sekali.

Pengalaman PKI memberikan peladjaran bahwa sikap mengetjam revisionisme modern PKUS tidak berarti bahwa PKI sendiri otomatis sudah bebas dari kesalahan2 oportunisme kanan jang sama dengan jang dilakukan oleh kaum revisionis modern. Pengalaman PKI memberi peladjaran bahwa revisionisme modern, bahaja terbesar dari Gerakan Komunis Internasional, adalah djuga bahaja terbesar bagi PKI. Revisionisme modern bukan "bahaja jang laten tetapi tidak akut,"6) melainkan bahaja jang kongkrit dan telah menimbulkan kerusakan2 berat pada PKI dan menimbulkan kerugian besar bagi gerakan revolusioner Rakjat Indonesia. Oleh karena itu sama sekali tidak boleh meremehkan bahaja revisionisme modern dan harus dilakukan perdjuangan tak kenal ampun terhadapnya. Sikap tegas melawan revisionisme moden di segala bidang hanja dapat dilakukan setjara efektif apabila Partai kita meninggalkan garis "memelihara persahabatan dengan kaum revisionis modern."

Adalah satu kenjataan bahwa PKI disatu fihak mengetjam revisionisme modern pimpinan PKUS, tetapi difihak lain djuga mendjalankan kesalahan2 revisionis, karena merevisi adjaran2 Marxisme-Leninisme tentang perdjuangan klas, negara dan revolusi. Selain itu, pimpinan PKI bukan sadja tidak meagadakan perdjuangan di bidang teori terhadap aliran2 revolusioner lain jang bisa menjesatkan proletariat seperti jang diadjarkan oleh Lenin,7) tetapi malahan setjara sukarela memberikan konsesi2 teori. Pimpinan PKI telah menjamakan tiga komponen Marxisme, jaitu materialisme filsafat, ekonomi politik dan sosialisme ilmu, dengan "tiga komponen adjaran Bung Karno"; hendak mendjadikan Marxisme sebagai ideologi klas buruh milik nasion jang di dalamnja terdapat klas2 penghisap jang bermusuhan dengan klas buruh. 

POKOK2 KESALAHAN DI BIDANG POLITIK 

Kesalahan2 oportunisme kanan di bidang politik jang kita tindjau ini meliputi tiga persoalan, jaitu (1) djalan untuk mentjapai Demokrasi Rakjat Indonesia, (2) masalah kekuasaan negara dan (3) pelaksanaan front persatuan nasional.

Oportunisme kanan di bidang politik, menampakkan dirinya pertama-tama dan terutama mengenai djalan damai atau djalan revolusi untuk mentjapai Demokrasi Rakjat di Indonesia sebagai tingkat peralihan ke sistim sosialis. Salah satu perbedaan dan pertentangan azasi antara Marxisme-Leninisme dengan revisionisme baik klasik maupun modern adalah djustru terletak pada soal djalan mentjapai sosialisme. Marxisme-Leninisme mengadjarkan mentjapai sosialisme melalui djalan revolusi proletar dan untuk negeri2 djadjahan, setengah djadjahan dan setengah feodal seperti Indonesia melalui Revolusi Demokrasi Rakjat lebih dulu. Sedangka revisionisme mengchajalkan djalan damai.

Bagaimanakah proses terdjadi dan berkembangnja kesalahan mengenai soal ini?

Selama masa 15 tahun sedjakk tahun 1951, PKI telah menempuh perdjuangan legal dan parlementer. Menggunakan bentuk perdjuangan legal dan parlementer adalah salah satu tjara jang harus digunakan oleh partai proletariat revolusioner dalam keadaan dan sjarat tertentu sebagaimana didjelaskan oleh Lenin dalam karjanja Komunisme "Sajap Kiri" Penjakit Ke-kanak2an. Menolak menggunakan bentuk perdjuangan parlementer pada saat perdjuangan itu diperlukan, dan bermain dengan revolusi ketika sjarat2nja belum tersedia, adalah salah.

Perdjuangan parlementer sebagai bentuk perdjuangan legal jang dilakukan oleh Partai pada tahun 1951 pada pokoknja adalah benar, sesuai dengan sjarat2 objektif pada waktu itu. Keadaan objektif waktu itu jalah bahwa gelombang revolusi sedang surut, tenaga2 penggerak revolusi belum bangkit kembali, bagian besar Rakjat jang sebelum Revolusi Agustus belum pernah mengalami kemerdekaan politik masih menaruh harapan pada domokrasi burdjuis.

Pada tahun2 permulaan periode tersebut Partai mentjapai hasil2 tertentu dalam perdjuangan politik maupun dalam pembangunan Partai. Hasil jang penting dalam masa itu jalah dirumuskannja soal2 pokok revolusi Indonesia. Telah dirumuskan bahwa revolusi Indonesia tingkat sekarang adalah revolusi burjuis demokratis tipe baru, jang tugasnja melikwidasi imperialisme dan sisa2 feodalisme serta membangun sistim Demokrasi Rakjat sebagai tingkat peralihan ke sosialisme. Tenaga2 penggerak revolusi adalah klas buruh, kaum tani dan burdjuis ketjil, tenaga pimpinannja jalah klas buruh dan kekuatan massa utamanja jalah kaum tani. Telah dirumuskan pula bahwa burdjuasi nasional adalah kekuatan revolusi jang bimbang, jang dalam batas2 tertentu dan pada waktu tertentu bisa memihak revolusi, tetapi pada waktu jang lain bisa mengchianati revolusi. Partai djuga telah merumuskan bahwa klas buruh, untuk dapat memenuhi kewadjibannja sebagai pemimpin revolusi Indonesia harus menggalang front persatuan revolusioner dengan semua klas dan golongan revolusioner lainnja, atas dasar persekutuan buruh dan tani di bawah pimpinan klas buruh.

Tetapi, suatu kekurangan jang sangat penting, jang di kemudian hari merupakan penjelewengan oportunisme kanan atau revisionisme, jalah, bahwa Partai belum mentjapai persatuan fikiran jang se-djernih2nja mengenai usaha2 pokok, bentuk perdjuangan pokok revolusi Indonesia. CC Partai pernah mendiskusikan masalah ini setjara garis besar, tetapi untuk waktu2 selandjutnja tidak pernah membitjarakan setjara mendalam sehingga memungkinkan ditjapainja pengertian tunggal jang setepat2nja, sebagai sjarat untuk ditjapainja pengertian tunggal dan tepat di seluruh Partai.

Adalah suatu kesalahan besar bagi suatu partai jang memikul tugas sedjarah memimpin revolusi seperti PKI, tidak mendjadikan masalah usaha2 pokok, bentuk perdjuangan pokok revolusi Indonesia sebagai persoalan seluruh Partai, melainkan hanja persoalan sebagian ketjil di kalangan pimpinan dan kader2 tertentu Partai. Dengan demikian fikiran majoritet dalam Partai telah dipasifkan mengenai masalah jang maha penting bagi revolusi itu.

Revolusi Indonesia, walaupun pimpinannja adalah klas buruh, tetapi massanja jang terutama adalah kaum tani. Karena ketjilnja djumlah klas buruh Indonesia, maka metode2 perdjuangan klas buruh jaitu pemogokan umum jang merupakan pelopor kebangkitan tenaga2 penggerak revolusi lainnya jang kemudian meningkat ke pemberontakan bersendjata, seperti jang terdjadi dalam revolusi burdjuis demokratis Rusia 1905,8) tidak dapat mendjadi bentuk perdjuangan pokok atau metode revolusi Indonesia.

Revolusi Tiongkok telah memberikan peladjaran tentang bentuk perdjuangan pokok revolusi di negeri djadjahan, setengah djadjahan dan setengah feodal, jaitu perdjuangan Rakjat bersendjata melawan kontra revolusi bersendjata. Sesuai dengan hakekat revolusi adalah revolusi agraria, maka hakekat perdjuangan Rakjat bersendjata itu adalah perdjuangan bersendjata kaum tani dalam revolusi agraria dibawah pimpinan klas buruh. Praktek revolusi Tiongkok pertama-tama adalah merupakan pentrapan Marxisme-Leninisme berdasar kondisi2 kongkrit Tiongkok. Bersamaan dengan itu ia djuga mengungkapkan hukum umum bagi revolusi2 Rakjat di negeri2 djadjahan, setengah djddjahan dan setengah feodal.

Revolusi Indonesia, untuk sampai kepada kemenangan jang penuh, harus djuga menempuh djalan revolusi Tiongkok. Ini berarti bahwa revolusi Indonesia tak terelakkan harus mendjalankan bentuk pokok perdjuangan Rakjat bersendjata melawan kontra revolusi bersendjata, jang hakekatnya adalah revolusi agraria bersendjata kaum tani dibawah pimpinan proletariat.

Revolusi agraria jang mendjadi hakekat revolusi Indonesia tingkat sekarang, bukanlah reform agraria model burdjuasi jang hanja membuka djalan bagi perkembangan kapitalisme di desa. Revolusi ini akan membebaskan buruh-tani, tani-miskin dan tani sedang dari penindasan feodal tuan-tanah asing maupun pribumi dengan mensita tanah tuan-tanah dan membagikannja setjara tjuma2 kepada buruh-tani dan tani-miskin orang seorang sebagai hak milik perseorangan. Revolusi demikian hanja bisa menang djika dilakukan dengan bersendjata dibawah pimpinan klas buruh. Revolusi ini tidak dapat dipaksakan dari luar. Ia akan terdjadi berdasarkan kesedaran dan kejakinan jang tinggi dari kaum tani, jang diperolehnja berkat perngalaman perdjuangan mereka sendiri dan pendidikan klas buruh.

Djelaslah bahwa dalam keadaan sjarat2 revolusi belum tersedia kewadjiban PKI baik melalui pekerdjaan politik, pekerdjaan agitasi-propaganda dan pekerdjaan organisasi harus mendidik seluruh anggota, klas buruh dan kaum tani mengenai bentuk perdjuangan pokok revolusi Indonesia itu. Segala bentuk pekerdjaan legal dan parlementer harus diabdikan kepada usaha2 atau bentuk perdjuangan pokok itu dan sama sekali tidak boleh merintangi proses mematangnja perdjuangan bersendjata.

Pengalaman selama 15 tahun jang lalu, memberi peladjaran bahwa dimulai dari tidak tegas2 menjangkal djalan damai dan kurang berpegang teguh pada hukum umum revolusi di negeri2 djadjahan, setengah djadjahan dan setengah feodal, PKI makin lama makin tenggelam dalam perdjuangan parlementer dan bentuk2 perdjuangan legal lainnja. Pimpinan Partai bahkan telah mendjadikan bentuk2 perdjuangan itu sebagai bentuk pokok perdauangan untuk mentjapai tudjuan strategi revolusi Indonesia. Legalitet Partai bukan dipandang sebagai salah satu tjara perdjuangan pada waktu tertentu dan dalam keadaan tertentu, tetapi didjadikan prinsip dan bentuk2 perdjuangan lain2nja harus mengabdi pada prinsip itu. Sampaipun ketika kontra-revolusi bukan sadja sudah merampas legalitet Partai, tetapi djuga sudah merampas hak2 kemanusiaan orang2 Komunis, "legalitet" itu masih hendak dipertahankan dengan sekuat tenaga.

Seperti telah disebutkan di muka, "djalan damai" mulai dipakukan dalam Partai ketika Sidang Pleno Ke-IV CC PKI (1956) mensahkan dokumen jang menerima garis revisionisme modern Kongres Ke-20 PKUS. Dalam keadaan garis revisionisme sudah dipakukan ke dalam Partai tidaklah mungkin ada garis strategi dan taktik jang tepat, jang Marxis-Leninis. Perumusan garis strategis dan taktik2 pokok Partai, dimulai dengan kekaburan antara "djalan damai" atau "djalan revolusi bersendjata", jang dalam proses perkembangan achirnja "djalan damai" jang berkuasa.

Dalam sjarat2 demikian itulah dirumuskan Garis Umum PKI melalui Kongres Nasional Ke-VI (1959), jaitu "meneruskan penggalangan front persatuan Nasional dan meneruskan Pembangunan Partai untuk menjelesaikan tuntutan2 Revolusi Agustus 1945." Berdasarkan garis umum Partai itu ditetapkan sembojan "Mengibarkan Tripandji Partai," jaitu (1) Pandji Front Nasional, (2) Pandji Pembangunan Partai dan (3) Revolusi Agustus 1945. Garis umum tersebut dimaksudkan sebagai djalan menudju Demokrasi Rakjat Indonesia.

Pimpinan Partai berusaha untuk mendjelaskan bahwa Tripandji Partai berarti tiga sendjata utama untuk memenangkan Revolusi Demokrasi Rakjat jang seperti dikemukakan oleh Kawan Mao Tjetung adalah "suatu Partai jang berdisiplin baik dipersendjatai dengan teori Marxisme-Leninisme, menggunakan metode otokritik dan erat berhubungan dengan massa Rakjat; suatu tentara dibawah pimpinan Partai, jang sedemikian itu; suatu front persatuan dari semua klas dan golongan revolusioner dibawah pimpinan Partai jang sedemikian."10) 

Sendjata utama kedua berarti perdjuangan Rakjat bersendjata melawan kontrarevolusi bersendjata dibawah pimpinan Partai. Ini hendak diganti oleh pimpinan Partai dengan sembojan "mengibarkan Pandji Revolusi Agustus 1945". Memang didjelaskan bahwa "Pandji Revolusi Agustus memakukan arti penting dari penggunaan pengalaman2 perdjuangan selama Revolusi Aguatus 1945" dan "bahwa dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia adalah sangat penting rol dari peperangan gerilja,"11) akan tetapi dalam praktek tidak ada usaha kedjurusan itu.

Untuk membuktikan bahwa djalan jang ditempuh bukan "djalan damai" jang oportunis itu, pimpinan Partai selalu mengatakan tentang adanja dua kemungkinan, jaitu kemungkinan djalan damai dan kemungkinan djalan tidak damai; dan bahwa makin baik Partai bersiap menghadapi kemungkinan djalan tidak damai, makin terbuka kemungkinan djalan damai. Tetapi perkataan2 demikian itu sebenarnja djustru menundjukkan adanja dualisme mengenai djalan jang ditempuh oleh pimpinan Partai. Dengan demikian kepada anggota2 Partai, klas buruh dan massa Rakjat pekerdja selalu ditanamkan harapan akan djalan damai jang sebenarnja tidak ada.

Dalam praktek pimpinan Partai bukannja mempersiapkan seluruh barisan Partai, klas buruh dan massa Rakjat menghadapi kemungkinan djalan tidak damai. Bukti jang sedjelas2nja adalah tragedi jang paling menjedihkan sesudah terdjadi dan gagalnja "Gerakan 30 September". Dalam waktu singkat kontra-revolusi telah dapat membunuh dan menangkap ratusan ribu orang2 Komunis dan orang2 revolusioner non-Komunis dalam keadaan pasif, serta melumpuhkan organisasi PKI dan ormas2 revolusioner. Keadaan demikian pasti tidak akan terdjadi seandainja pimpinan Partai tidak menjimpang dari djalan revolusi.

Pimpinan Partai mengemukakan bahwa "Partai tidak boleh mendjiplak teori perdjuangan bersendjuta di luar negeri, tetapi harus mendjalankan Metode Kombinasi T'iga Bentuk Perdjuangan (MKTBP),12) jaitu: perdjuangan gerilja di desa (terutama terdiri dari buruh-tani dan tani-miskin); aksi2 revolusioner oleh kaum buruh (terutama buruh transport) di kota2, dan pekerdjaan intensif di kalangan kekuatan bersendjata musuh". Pimpinan Partai mengkritik sementara kawan, karena dianggapnja dalam beladjar dari pengalaman perdjuangan bersendjata Rakjat Tiongkok hanja melihat persamaannja. Sebaliknja pimpinan Partai mengemukakan perbedaan2 sjarat jang harus diperhitungkan sehingga kesimpulannja jalah bahwa metode jang khas bagi revolusi Indonesia adalah "MKTBP."

Menggunakan pengalaman negeri2 lain setjara dogmatis adalah salah. Tetapi menolak menggunakan menggunakan pengalaman negeri lain jang telah terudji kebenarannja sebagai salah satu teori revolusi Rakjat adalah djuga salah. Lenin mengadjarkan bahwa "suatu gerakan jang mulai di sebuah negeri jang muda dapat berhasil baik hanja djika ia mengolah pengalaman negeri2 lain setjara kritis dan mengudjinja setjara bebas."13) 

Kenjataan membuktikan bahwa "teori MKTBP" bukan hasil pengolahan pengalaman setjara kritis dari negeri lain jang dipadu dengan praktek kongkrit Indonesia, sehingga merupakan salah satu teori revolusi jang chas Indonesia. Revolusi Rusia tahun 1905 seperti diterangkan oleh Lenin dalam Kuliah Tentang Revolusi 1905 adalah merupakan kombinasi dari pemogokan2 kaum buruh, perdjuangan anti feodal kaum tani di desa2 dan pemberontakan tentara, dengan pemogokan buruh sebagai pelopornja. Revolusi Tiongkok djuga mengkombinasikan perang agraria revolusioner, pekerdjaan di desa2 dan kota2 jang diduduki oleh musuh dan pekerdjaan dalam kekuatan bersendjata musuh, dengan perang agraria revolusioner sebagai bentuk pokoknja.

"Tiga bentuk perdjuangan" jang harus dikombinasi, masing2 dipimpin bukan menuruti djalan revolusi, tetapi menuruti "djalan damai." Perdjuangan kaum tani untuk melawan penghisapan dan penindasan sisa2 feodalisme, apabila mendapat pimpinan jang tepat tidak bisa tidak pasti berkembang ke arah bentuknja jang tertinggi jaitu revolusi agraria untuk membebaskan kaum tani dari penindasan tuan-tanah. Perdjuangan ini hanja mungkin mentjapai kemenangan sempurna apabila dilakukan dengan bersendjata dibawah pimpinan PKI. Tetapi pimpinan Partai tidak memusatkan pimpinannja ke arah perkembangan perdjuangan tani jang semakin tinggi dan mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan jang bisa terdjadi.

Ketika mulai ada kebangkitan aksi2 sefihak kaum tani jang langsung melawan tuan-tanah pribumi, bukannja dikembangkan ke arah bentuknja jang lebih tinggi, tetapi telah dibelokkan dengan melantjarkannja berbagai gerakan lainnja jang tidak bersifat melawan tuan-tanah, seperti Gerakan Kebudajaan Baru (GKB), Gerakan 1001 Dan Naik Produksi dan Gerakan Membasmi Tikus. Sudah tentu bagi gerakan tani revolusioner tidak salah untuk melantjarkan kegiatan menaikkan produksi, membasmi hama dan menaikkan taraf kebudajaan kaum tani. Tetapi semua ini harus mengabdi tudjuan pokok gerakan tani revolusioner, jaitu revolusi agraria anti feodal. Oleh karena itu tidak semestinja dinilai demikian tingginja sehingga membelokkan arah gerakan tani revolusioner mendjadi gerakan reformis.

Di kota, walaupun penderitaan hidup kaum buruh makin berat, tetapi karena tidak mendapatkan pimpinan jang.semestinja, aksi2 kaum buruh jang mempunjai arti politik makin lama makin berkurang. Memang pernah terdjadi aksi2 kaum buruh jang kelihatannja besar dan mempunjai arti politik penting, jaitu pengambilalihan perusahaan2 Belanda, Inggris dan Belgia. Tetapi hasil jang sabenarnya dari aksi itu hanja memberikan keuntungan kepada segelintir kaum kabir, dan tidak memperbaiki sama sekali penghidupan kaum buruh jang bersangkutan. Ketjuali itu karena pimpinan Partai memandang bahwa perusahaan2 imperialis jang dikuasai oleh pemerintah RI sebagai milik nasional, maka aksi2 kaum buruh selandjutnja telah ditekan. Sebaliknya banjak dilakukan kegiatan baik oleh Sarekat Buruh setjara langsung maupun melalui Dewan2 Perusahaan jang ditudjukan untuk memperbesar produksi, menjehatkan djawatan, memperbaiki ekonomi dll jang tidak memperbaiki nasib kaum buruh dan tidak mempertinggi semangat revolusioner kaum buruh.

Berpangkal pada pendirian jang salah bahwa "Angkatan Bersendjata RI bukanlah angkatan bersendjata jang reaksioner,"14) maka soal "bekerdja di kalangan kekuatan bersendjata musuh" diartikan sebagai "mengintegrasikan alat2 negara jang penting dengan Rakjat", atau "mengeratkan hubungan dwitunggal Rakjat dan Angkatan Bersendjata". Ini berarti mengintegrasikan alat kekerasan klas2 penindas dengan klas2 tertindas. Kesalahan demikian terdjadi karena pimpinan Partai mengingkari adjaran Marxisme-Leninisme tentang negara, memandang RI bukan negara burdjuis dan Angkatan Bersendjata RI bukan alat negara burdjuis. Pimpinan Partai melupakan kenjataan bahwa Angkatan Bersendjata RI setjara keseluruhan, walaupun dilahirkan oleh Revolusi Agustus, tetapi sedjak revolusi itu gagal dan kekuasaan negara djatuh sepenuhnja di tangan burdjuis reaksioner, dengan sendirinja mendjadi alat kekuasaan klas jang menguasai negara itu. Asal klas dari para bintara dan terutama jang banjak dari anak2 kaum buruh dan kaum tani memang dapat merupakan elemen jang memihak Rakjat. Tetapi hal ini tidak mengubah kedudukan angkatan bersendjata setjara keseluruhan sebagai alat negara jang mengabdi kepentingan klas jang berkuasa.

Untuk memenuhi tugas sedjarahnja jang besar, berat, tetapi mulia, jaitu memimpin revolusi Rakjat anti-imperialisme, anti-feodalisme dan anti kapitalisme birokrasi, kaum Marxis-Leninis Indonesia harus tegas meninggalkan djalan damai jang revisionis itu, meninggalkan"teori MKTBP" dan mengibarkan tinggi2 pandji revolusi Rakjat bersendjata. Seperti djuga pengalaman revolusi Rakjat Tongkok jang djaja, kaum Marxis-Leninis Indonesia harus menggalang daerah basis revolusioner; mereka harus "membangun desa2 jang terbelakang mendjadi daerah basis jang madju, terkonsolidasi, mendjadi benteng2 revolusioner jang besar setjara militer, politik, ekonomi dan kebudajaan."15)

Bersamaan dengan mengurus masalah jang paling pokok ini, kita harus pula melakukan bentuk2 perdjuangan jang lain; perdjuangan bersendjata tidak akan madju djika tidak dikoordinasi dengan bentuk2 perdjuangan lainnja. 

Garis oportunisme kanan pimpinan Partai djuga ditjerminkan dalam sikapnja mengenai negara, chususnja negara RI. Marxisme-Leninisme mengadjarkan bahwa "negara adalah suatu alat kekuasaan klas, suatu alat untuk menindas klas jang satu oleh klas jang lainnja"; bahwa "bentuk2 negara burdjuis sungguh sangat bermatjam-ragam, tetapi hakekatnja adalah sama ….. diktatur burdjuasi" dan bahwa "penggantian negara burdjuis oleh negara proletar" (di Indonesia melalui negara Demokrasi Rakjat - Politbiro) "tidak mungkin~tanpa revolusi kekerasan"16) 

Berdasarkan adjaran Marxisme-Leninisme tentang negara itu, maka sedjak gagalnja Revolusi Agustus 1945, tugas PKI seharusnja mendidik klas buruh dan Rakjat pekerdja lainnja bahwa perdjuangan untuk kebebasan mereka tak terelakkan akan sampai kepada keharusan "penggantian negara burjuasi" oleh negara Rakjat dibawah pimpinan klas buruh, melalui "revolusi kekerasan". Tetapi pimpinan PKI telah mendjalankan garis oportunis jang menimbulkan ilusi di kalangan Rakjat terhadap demokrasi burdjuis. Perkembangan garis oportunis mengenai negara itu adalah sebagai berikut:

Dalam rangka mendjalankan taktik menarik kembali burdjuasi nasional ke dalam front persatuan nasional, PKI telah menjokong pemerintah Wilopo (permulaan tahun 1952) dan pemerintah2 RI sesudah pemerintah Wilopo ketjuali pemerintah Burhanudin Harahap dari Masjumi - jang programnja agak madju. Dengan sikapnja itu PKI dapat menarik burdjuasi nasional dalam front persatuan dan mentjegah terbentuknja pemerintah reaksioner. Tetapi dalam kelandjutannja PKI telah mendjalankan praktek jang meninggalkan kedudukannja sebagai partai proletar jang bebas terhadap pemerintah burdjuasi. PKI telah tidak menunaikan tugasnja setjara penuh dalam menelandjangi kebangkrutan demokrasi burdjuis. Lebih2 lagi ketika PKI menggunakan pemilihan umum dan perdjuangan parlementer bukan untuk mempertjepat keusangan parlementerisme setjara politik, tetapi malahan memperkuat parlementerisme.

PKI menghadapi pemilihan umum parlemen jang pertama dengan program untuk membentuk pemerintah Koalisi Nasional, jaitu suatu pemerintah front persatuan dari elemen2 demokratis termasuk kaum Komunis. Dengan programnja untuk pemilihan unum itu, PKI mendjalankan kesalahan seperti jang dilakukan oleh kaum demokrat burdjuis ketjil dan oportunis, jang oleh Lenin dikatakan "mendesakkannja kepada Rakjat faham jang salah bahwa pemilihan umum di dalam negara modern" (batja di dalam negara burdjuis - Politbiro) "benar2 dapat menentukan kehendak majoritet dari Rakjat pekerdja dan mendjamin pelaksanaannja"17) 

Tuntutan pembentukan Pemerintah Koalisi Nasional mendjadi program tuntutan PKI, jang kemudian mendapat bentuk pada tuntutan pembentukan Kabinet Gotong Rojong berporoskan Nasakom. Dengan mendjadikan pembentukan Pemerintah Koalisi Nasional sebagai tuntutan politik terpenting, telah menanamkan ilusi bahwa dibawah kekuasaan diktatur burdjuasi tanpa adanja kekuatan bersendjata dibawah pimpinan Partai, mungkin dilahirkan suatu pemerintah front persatuan dari elemen2 demokratis termasuk kaum Komunis sesuai dengan rasa keadilan Rakjat, dan jang akan mempermudah tertjapainja tudjuan2 strategi. Kampanje untuk menuntut Kabinet Gotong Kojong berporoskan Nasakom telah mendesak ke belakang propaganda tentang negara Demokrasi Rakjat, dan dengan dekikian merintangi perkembangan kesedaran revolusioner klas buruh dan Rakjat pekerdja lainnja.

Puntjak penjelewengan pimpinan Partai dari adjaran2 Marxisme-Leninisme mengenai negara adalah lahirnja"teori dua aspek dalam kekuasaan negara RI. Sesudah lahirnja teori "dua aspek", maka hanja dalam pembitjaraan mengenai negara setjara umum sadja masih agak dipegang dalil2 Marxisme-Leninisme. Tetapi dalam membitjarakan soal negara setjara kongkrit, jaitu negara RI, maka dalil2 Marxisme-Leninisme itu tidak berlaku sama sekali.

"Teori dua aspek" memberikan pandangan mengenai negara dan kekuasaan negara sebagai berikut:





"Susunan ekonomi (basis) masjarakat Indonesia sekarang masih kolonial dan setengah-feodal. Tetapi disamping itu djuga terdapat perdjuangan Rakjat untuk melawan sistem ekonomi tersebut, dan berdjuang untuk ekonomi jang nasional dan demokratis. "Kenjataan2 dari basis ini tertjermin djuga dalam bangunan atas, termasuk djuga dalam kekuasaan negara, chususnja dalam kabinet. Dalam kekuasaan negara tertjermin kekuatan jang melawan sistim ekonomi kolonial dam feodal disamping kekuatan jang membela imperialis, sisa2 feodalisme, kaum kapitalis birokrat dan kaum komprador…. "Kekuasaan negara RI, ditindjau sebagai satu kontradiksi merupakan kontradiksi antara dua aspek jang saling berlawanan. Aspek pertama: aspek jang mewakili kepentingan2 Rakjat (diwudjudkan oleh sikap dan politik jang madju dari Presiden Sukarno jang didukung oleh PKI dan golongan2 Rakjat lainnja). Aspek kedua: aspek jang mewakili musuh2 Rakjat (diwud judkan oleh sikap dan politik dari kekuatan kanan atau kepalabatu). Aspek Rakjat telah merupakan aspek pokok, dan memegang peranan memimpin dalam kekuasaan negara RI."18)

"Teori dua aspek" djelas merupakan penjelewengan oportunisme atau revisionisme, karena mengingkari adjaran Marxisme-Leninisme bahwa"negara adalah suatu alat kekuasaan klas tertentu jang tidak dapat didamaikan dengan antipodenja. (klas jang berlawanan dengannja)."19) Tidak mungkin RI dikuasai bersama oleh Rakjat dan musuh2 Rakjat.

Dalam masjarakat Indonesia memang terdapat kekuatan2 jang berdjuang melawan sistim ekonomi kolonial dan setengah-feodal jaitu klas buruh, kaum tani, burdjuis ketjil dan dalam batas2 tertentu djuga burdjuasi nasional. Akan tetapi menganggap bahwa kekuatan2 itu mempunjai konsepsi jang sama untuk "ekonomi nasional dan demokratis" adalah salah. Ada dua konsepsi jang berlainan satu sama lain, jaitu konsepsi burjuasi nasional dan konsepsi proletariat. Diselubungi dengan nama apa sadja, seperti "ekonomi nasional dan demokratis", "ekonomi terpimpin", dsb, konsepsi burdjuasi nasional tidak lain menghendaki perkembangan kapitalisme dalam negeri setjara penuh.

Konsepsi proletariat adalah untuk ekonomi Demokrasi Rakjat jang berarti: nadionalisasi semua kapital dan perusahaan imperialis, komprador dan kaum reaksioner lainnja serta pembagian tanah milik tuan-tanah kepada kaum tani setjara tjuma2. Ini adalah ekonomi peralihan ke sosialisme jang hanja mungkin diselenggarakan sesudah berdirinja diktatur Demokrasi Rakjat, jaitu kekuasaan bersama klas2 anti-imperialis dan anti-feodal dibawah pimpinan proletariat. Dalam ekonomi Demokrasi Rakjat sektor sosialis jaitu perusahaan2 vital jang dimiliki oleh negara Rakjat memegang pimpinan dalam seluruh kehidupan ekonomi negeri.

Sebelum terbentuk kekuasaan Demokrasi Rakjat, perdjuangan Rakjat di bidang ekonomi tidak mungkin melahirkan susunan ekonomi Demokrasi Rakjat. Pengambilalihan perusahaan2 imperialis dan adanja perusahaan2 negara dibawah kekuasaan RI tipe lama, tidak melahirkan sektor sosialis dalam ekonomi, karena perusahaan negara tersebut tidak mendjadi milik Rakjat, jang diurus oleh negara Rakjat, tetapi djatuh ke tangan kaum kabir. Demikian djuga UUPA samasekali.tidak membebaskan kaum tani dari penindasan dan penghisapan sisa2 feodalisme.

Meniadakan perbedaan konsepsi burdjuasi nasional dan konsepsi proletariat, dan menjatukannja dalam perumusan "ekonomi nasional dan demokratis" tanpa mempersoalkan keharusan terbentuknja kekuasaan Demokrasi Rakjat lebih dulu, berarti ditinggalkannja pendirian klas proletar dan penjerahan kepada burdjuasi. Djelaslah bahwa lahirnja konsepsi ekonomi seperti "Deklarasi Ekonomi" (Dekon) tidak berarti bahwa kekuatan klas buruh dan Rakjat pekerdja lainnja jang berdjuang melawan ekonomi kolonial dan setengah-feodal sudah ditjerminkan dalam kekuasaan negara. Unsur Demokrasi Rakjat tidak mungkin tumbuh dalam kekuasaan negara jang mewakili kepentingan imperialisme dan sisa2 feodalisme.

Dalam kekuasaan negara RI memang terdapat kontradiksi, jaitu kontradiksi antara kaum komprador dan elemen2 tuan-tanah jang mewakili kepentingan imperialisme dan sisa2 feodalisme disatu fihak, dengan burdjuasi nasional jang dalam batas2 tertentu anti-imperialisme dan anti-feodalisme difihak lain. Tetapi kedudukan burdjuasi nasional dalam kekuasaan negara tidak dapat dikatakan mewakili kepentingan Rakjat dan oleh karena itu tidak dapat dinamakan segi Rakjat dalam kekuasaan negara. Kontradiksi demikian itu tidak akan menghasilkan perubahan watak klas negara setjara fundamentil.

Duduknja pemimpin2 Partai dalam pomerintahan baik di pusat maupun di daerah djuga tidak dapat diartikan berubahnja kwalitet segi jang diduduki burdjuasi nasional mendjadi segi Rakjat. Karena gabungan kekuatan burdjuasi nasional dan prolatariat bukannja dipimpin oleh proletariat, tetapi dipimpin oleh burdjuasi nasional. Kedudukan pemimpin2 Partai dalam pemerintah jang tidak memegang kekuatan riil itu, adalah sebagai konsesi politik dari burdjuasi nasional jang memerlukan sokongan dari Rakjat dalam kontradiksi menghadapi burdjuasi komprador dan dalam batas2 tertentu djuga dengan kaum imperialis.

Burdjuasi nasional dengan sokongan massa Rakjat jang dipimpin oleh PKI dalam batas2 tertentu dapat mendesak burdjuasi komprador dalam kekuasaan negara. Keadaan itu ditundjukkan oleh adanja tindakan2 politik pemerintah RI seperti penbatalan KMB, pembebasan Irian Barat, diterimanja Undang2 Perdjandjian Bagi Hasil, Undang2 Pokok Agraria, politik penghantjuran kekuatan bersendjata kontra-revolusioner DI/TII, PRRI/Permesta, diterimanja Manipol dan Dekon, politik luar negeri anti-imperialis, dll.

Pimpinan Partai jang sudah terdjerumus ke dalam lumpur oportunisme menilai peristiwa2 itu terlalu tinggi, jaitu bahwa"aspek Rakjat" telah merupakan aspek pokok, dan memegang peranan memimpin dalam kekuasaan negara RI. Se-olah2 Rakjat Indonesia sudah dekat dengan akan lahirnja kekuasaan Rakjat. Dan karena menganggap bahwa kekuatan burdjuasi nasional dalam kekuasaan negara adalah benar2 sebagai "aspek Rakjat," maka pimpinan Partai telah berbuat se-gala2nja untuk membela dan mengembangkan "aspek Rakjat" itu. Pimpinan Partai sudah benar2 meleburkan diri dalam kepentingan burdjuasi nasional.

Djelaslah bahwa pimpinan Partai telah menggunakan teori tentang kontradiksi dalam kekuasaan negara setjara subjektif. Ketjuali itu dengan menganggap kedudukan burdjuasi nasional sebagai segi Rakjat dalam kekuasaan negara RI dan Presiden Sukarno sebagai pemimpinnja, berarti menganggap bahwa bardjuasi nasional mampu memimpin revolusi burdjuis demokratis tipe baru. Ini bertentangan dengan keharusan dan kenjataan sedjarah.

Pimpinan PKI mengatakan bahwa "teori dua aspek" samasekali tidak sama dengan "teori perubahan.struktur."20) dari pemimpin2 Partai Komunis Italia jang revisionis itu. Tetapi baik setjara teori maupun berdasar kenjataan praktek tidak ada perbedaan antara kedua "teori" itu. Ke-dua2nja bertolak dari djalan damai mentjapai sosialisme, ke-dua2nja mengchajalkan perubahan setjara ber-angsur2 perimbangan intern dan susunan negara; ke-dua2nja sama2 menolak djalan revolusi dan ke-dua2nja sama2 revisionis.
"Teori dua.aspek" jang anti-revolusi itu djelas dinjatakan dalam keterangan bahwa "Perdjuangan PKI mengenai kekuasaan negara jalah mendorong supaja aspek pro-Rakjat makin besar dan bisa berdominasi, sedangkan kekuatan2 jang anti Rakjat dikeluarkan dari kekuasaan negara"21) 

Oleh pimpinan Partai djalan jang anti-revolusi itu bahkan dinamakan djalan "revolusi dari atas dan dari bawah". Dari atas berarti bahwa PKI harus mendorong kekuasaan negara untuk melakukan tindakan2 revolusioner guna mengadakan perubahan2 dalam personalia dan aparatur negara. Sedang dari bawah berarti membangkitkan, mengorganisasi dan memobilisasi Rakjat untuk mentjapai perubahan2 tersebut.22) Sungguh suatu fantasi jang luar biasa! Pimpinan Partai tidak beladjar dari kenjataan bahwa Konsepsi Presiden Sukarno tentang pembentukan Kabinet Gotong-Rojong (Pemerintah Koalisi Nasional tipe baru) sudah delapan tahun sedjak diumumkan, belum pernah dan tidak ada tanda2 akan dilaksanakan, walaupun terus dituntut. Apalagi perubahan kekuasaan negara!

Lenin memang pernah menundjukkan terbukanja kemungkinan "aksi dari atas", jaitu ketika terdapat kemungkinan mengambil bagian dalam pemerintah revolusioner sementara mendjelang revolusi Rusia tahun 1905. Ketika itu adalah periode dari pergolakan2 politik dan revolusi2 telah mulai.23) Apabila tidak mungkin bertindak dari atas menurut Lenin harus dilakukan tekanan dari bawah, dan untuk itu proletariat harus dipersendjatai.

Djelaslah betapa bedanja situasi dan sjarat2 jang diadjukan Lenin tentang terbukanja kemungkinan "Aksi dari atas" dan sjarat2 "aksi dari bawah" dengan situasi dan sjarat2 di Indonesia tentang "revolusi dari atas dan dari bawah". Jang satu diadjukan bukan hanja dalam situasi relatif damai, tetapi djuga setjara oportunis.

"Teori dua aspek" adalah sama dengan pemutarbalikkan Kautsky terhadap Marxisme tentang negara. Kautsky setjara teori tidak menjangkal bahwa negara adalah alat kekuasaan klas. Jang dikaburkan atau dihilangkan oleh Kautsky jalah "bahwa pembebasan klas tertindas tidaklah mungkin bukan hanja tanpa revolusi jang keras, tetapi djuga tanpa penghantjuran aparat kekuasaan negara jang ditjiptakan oleh klas jang berkuasa . . .24) 

Untuk membersihkan diri dari lumpur oportunisme, Partai kita harus membuang "teori dua aspek dalam kekuasaan negara" dan menegakkan kembali adjaran2 Marxisme-Leninisme tentang negara dan revolusi.

Salah satu kesalahan penting jang dikoreksi dalam Djalan Baru adalah kelalaian PKI menggalang front persatuan nasional selama berlamgsungnja Revolusi Agustus 1945. Kaum Komunis telah lalai mengadakan front persatuan nasional sebagai sendjata revolusi nasional terhadap imperialisme.25) 

Dalam periode sesudah tahun 1951, masalah menggalang front persatuan nasional ditetapkan sebagai salahsatu tugas Partai. Bahkan Kongres Nasional Ke-V PKI menetapkan bahwa menggalang front persatuan nasional merupakan tugas urgen kedua. Garis ini tetap diteruskan dalam Kongres Nasional Ke-VI Partai dan seterusnja. Front nasional ditempatkan sebagai soal pertama dalam "Garis Umum" Partai atau pandji pertama dari Tripandji Partai. Ini menundjukkan bagaimana pimpinan Partai menilai front persatuan nasional. Dari "melalaikan" pada tahun 45-an, berubah mendjadi menomer-satukan front persatuan nasional.
Kongres Nasional Ke-V Partai pada pokoknja telah memetjahkan setjara teori tentang front persatuan nasional. Telah dirumuskan bahwa persekutuan buruh dan tani adalah basis dari front persatuan nasional. Mengenai burdjuis nasional, berdasar pengalaman Revolusi Agustus telah ditarik peladjaran bahwa klas ini bersikap bimbang. Dalam keadaan tertentu burdjuasi nasional ikut dan berfihak kepada revolusi, dan dalam keadaan lain ikut burdjuasi komprador memukul tenaga penggerak revolusi dan mengchianati revolusi (provokasi Madiun dan menjetudjui persetudjuan KMB). Berdasarkan sikap bimbang burdjuasi nasional ini telah dirumuskan sikap jang harus didjalankan oleh PKI, jaitu harus senantiasa berusaha menarik burdjuasi nasional ke fihak revolusi, tetapi harus djuga ber-djaga2 kemungkinan burdjuasi nasional mengchianati revolusi. PKI harus mendjalankan politik bersatu dan berdjuang terhadap budjuasi nasional.

Meskipun demikian, oleh karena kelemahan ideologi subjektivisme belum terkikis dari dalam Partai, chususnja dalam pimpinan Partai, maka Partai kita telah terseret dalam kesalahan jang makin lama makin dalam, sehingga achirnja Partai kehilangan kebebasan dalam front persatuan dengan burdjuasi nasional. Kesalahan ini telah mengakibatkan Partai dan proletariat ditempatkan sebagai embel2 burdjuasi nasional. 

Proses berkembangnya kesalahan2 dalam melaksanakan front persatuan nasional dapat dikemukan setjara ringkas sebagai berikut: Bersamaan dengan dilakukannja pembangunan kembali Partai pada tahun 1951, dilakukanlah usaha2 untuk menarik kembali burdjuasi nasional ke fihak Rakjat. Dengan menggunakan kontradiksi antara burdjuasi nasional dengan burdjuasi komprador, Partai berhasil menarik burdjuasi nasional ber-angsur2 ke fihak Rakjat. Ini dimulai pada waktu perdjuangan melawan razzia Agustus Sukiman dan perdjuangan untuk mendjatuhkan pemerintah Sukiman jang berhasil dengan terbentuknja kabinet Wilopo. Ketika itu dan untuk tahun2 berikutnja Partai masih lemah dan persekutuan buruh dan tani belum tergalang. Djadi front persatuan dengan burdjuasi nasional tergalang dan berkembang tidak diatas dasar jang kuat, jaitu persekutuan buruh dan tani dibawah pimpinan klas buruh.

Pimpinan Partai menilai terbentuknja front persatuan.dengan burdjuasi nasional membukakan kemungkinan bagi perkembangan dan pembangunan Partai dan bagi pekerdjaan Partai jang terdekat, jaitu menggalang persekutuan buruh dan kaum tani anti-feodalisme.26) Dari penilaian inilah lahirnja kesimpulan bahwa menggalang front persatuan nasional adalah tugas urgen pertama PKI. Dalam kesimpulan ini tersirat pengertian bahwa jang diartikan front persatuan nasional itu adalah terutama front persatuan dengan burdjuari nasional.

Dalam keadaan belum tergalangnja persekutuan buruh dan tani setjara kuat, front persatuan dengan burdjuasi nasional dapat berlangsung terus oleh karena dua sebab, pertama, dalam kontradiksinja menghadapi burdjuasi komprador, burdjuasi nasional memerlukan sokongan dari klas buruh; kedua, karena Partai memberikan sokongan jang diperlukan itu tanpa menimbulkan kechawatiran akan mengantjam kedudukan burdjuasi nasional.

Tergalangnja front persatuan dengan burdjuasi nasional melahirkan pemerintahan jang dalam batas2 tertentu mendjalankan politik anti-imperialis dan memberikan sedikit kelonggaran kepada PKI dan organisasi2 massa revolusioner. Keadaan itu memang agak unik untuk mengembangkan Partai, chususnja di desa2 untuk menggalang persekutuan buruh dan tani. Sjarat untuk menggalang persekutuaa buruh dan tani setjara politikpun sudah ada, jaitu adanja program agraria revolusioner.

Tetapi dalam bekerdjasama dengan burdjuasi nasional ini kelemahan2 ideologi dalam Partai, chususnja dalam kalangan pimpinan Partai telah berkembang, mendapat pengaruh dari ideologi burdjuis-melalui kerdjasama.itu. Berkembangnja kelemahan ideologi dalam Partai menjebabkan makin lama Partai makin kehilangan kebebasan dalam front persatuan dengan burdjuasi nasional. Partai terlalu banjak memberi konsesi2 kepada burdjuasi nasional sampai menghilangkan peranan memimpinnja setjara bebas.

Salah satu wudjud hilangnja kebebasan Partai dalam front persatuan dengan burdjuasi nasional adalah penilaian dan sikap pimpinan Partai terhadap Bung Karno. Pimpinan Partai tidak bersikap bebas terhadap Bung Karno, selalu menghindari pertentangan dan sebaliknja selalu menondjolkan persamaan atau persatuan Partai dengan Bung Karno. Umum melihat tidak ada politik Bung Karno jang tidak disokong oleh PKI. Sampaipun tanpa melalui perdjuangan pimpinan Partai menerima pengakuan Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan pemimpin "aspek Rakjat" dalam kekuasaan negara RI. Dalam tulisan2 dan dalam pidato2 pemimpin2 Partai banjak dikemukakan bahwa apa jang dilakukan oleh PKI ketjuali berdasar adjaran Marxisme-Leninisme djuga berdasar "adjaran Bung Karno", bahwa PKI mengalami perkembangan pesat karena melaksanakan ide Bung Karno tentang persatuan Nasakom, dan bah kan konsepsi sistim Demokrasi Rakjat Indonesia itupun sesuai dengan pokok2 fikiran Bung Karno jang dikemukakan dalam pidato Lahirnja Pantjasila (1 Djuni 1945).27) Dengan demikian pimpinan Partai tidak mendidikkan kepada klas buruh dan Rakjat pekerdja lainnja tentang keharusan pimpinan revolusi berada di tangan proletariat dan partainja, jaitu PKI.

Pimpinan Partai mombanggakan bahwa lahirnja Manipol berarti perdjuangan Rakjat Indonesia jang gigih dibawah pimpinan PKI telah berhasil membawa massa jang luas untuk mengakui kebenaran Program PKI.28) 

Tertjapainja suatu program bersama untuk front persatuan adalah baik; dalam arti ini lahirnja Manipolpun mempunjai arti jang baik, sebab sampai batas2 tertentu mempersatukan fikiran berbagai klas dan golongan anti-imperialis mengenai bagian tertentu dari soal2 revolusi Indonesia. Tetapi tidaklah benar bahwa lahirnja Manipol dengan penegasan2nja berarti pengakuan massa luas terhadap kebenaran program PKI. Sebab hanja bagian2 tertentu sadja dari Program Partai jang sama dengan Manipol.

Kaum Komunis tidak boleh naif, menganggap klas2 lain jang bukan termasuk tenaga2 penggerak revolusi dengan mudah menerima Program PKI. Mereka menerima bagian2 jang termasuk dalam program tuntutan Partai, jang sekiranja memang sesuai dengan kepentingan mereka. Sedang jang tidak sesuai, misalnja mengenai peranan memimpin klas buruh, mengenai program agraria revolusioner dll tidak mereka terima. Terhadap bagian2 jang sudah mereka terima itupun tidak ada djaminan akan dilaksanakan. Dalam pada itu kaum reaksioner jang masih berdominasi dalam kekuasaan negara menerima setjara munafik Manipol untuk menjesuaikan diri dengan arus keadaan. Oleh karena itu betapapun dilaksanakan setjara konsekwen Manipol tidak akan sama dengan Program PKI. Djadi menjatakan bahwa melaksanakan […] sama dengan […] Program PKI jang diterima oleh burdjuasi, melainkan program burdjuasi nasional jang diterima oleh PKI dan menggantikanProgram PKI.

Pengorbanan prinsip dalam front persatuan dengan burdjuasi nasional berkembang lebih djauh lagi dengan ditjantumkannja apa jang dinamakan "Garis umum Ravolusi Indonesia" jang dirumuskan "Dengan front persatuan nasional jang bersokoguru buruh dan tani, berporoskan Nasakom, berlandaskan idiil Pantjasila, menjelesaikan revolusi national-demokratis menudju Sosialisme Indonesia"29) Apa jang dinamakan "Garis Umum Revolusi Indonesia" ini samasekali tidak berbau revolusi. Karena dari tiga sjarat untuk memenangkan revolusi jaitu partai Marxis-Leninis jang kuat, perdjuangan Rakjat bersendjata dibawah pimpinan Partai dan front persatuan nasional, hanja tinggal front persatuan nasional sadja. Inipun bukan lagi front persatuan nasional revolusioner, karena tidak dipimpin oleh klas buruh, tidak berlandaskan persatuan klas buruh dan kaum tani dibawah pimpinan klas buruh, tetapi berlandaskan Nasakom. Dikatakan bahwa tanpa poros Nasakom front persatuan nasional sama dengan roda tanpa as, jang pasti tidak bisa berputar.30) 

Pimpinan Partai mengatakan bahwa sembojan "kegotong-rojongan nasional berporoskan Nasakom tidak mungkin mengaburkan isi klas dari front persatuan nasional."31) Pernjataan ini tidak benar, karena partai2 politik di luar partai klas buruh terutama mewakili burdjuasi nasional, komprador, kabir dan tuan-tanah. Karena partai2 komprador jaitu Masjumi dan PSI telah dilarang, maka kaum komprador dan tuan-tanah mentjari saluran ke dalam partai2 atau organisasi lainnja, baik jang beraliran nasionalis maupun agama. Djadi isi klas Nasakom adalah klas buruh, burdjuasi nasional dan bahkan terdapat elemen2 komprador, kabir dan tuan-tanah. Teranglah bahwa mendjadikan Nasakom sebagai poros bukan sadja mengaburkan isi klas dari front persatuan nasional, tetapi mengubah sama sekali arti front persatuan nasional revolusioner mendjadi persekutuan klas buruh dengan semua klas, termasuk klas2 reaksioner atau kolaborasi klas.

Kesalahan tersebut harus dibetulkan. Partai harus membuang "Garis Umum Revolusi Indonesia" jang salah itu dan harus kembali pada konsepsi jang benar jaitu front persatuan nasional revolusioner berbasiskan persekutuan buruh dan tani dibawah pimpinan klas buruh.

Pengorbanan prinsip dalam front persatuan dengan burdjuasi nasional djuga disebabkan karena Partai tidak melakukan setjara tepat analisa kongkrit atas sutuasi kongkrit. Dalam tulisan Masjarakat Indonesia Dan Revolusi Indonesia (MIRI (jang disahkan oleh Sidang Pleno Ke-V CC PKI, bulan Juli 1957 sebagai diktat peladjaran bagi sekolah2 partai) dikatakan bahwa menggulingkan imperialisme adalah tugas primer dari dua tugas urgen menggulingkan imperialisme dan sisa2 feodalisme. Garis demikian ini djuga terdapat dalam dokumen2 Partai lainnja dengan berbagai variasi, seperti "udjung tombak-dewasa ini ditudjukan terhadap musuh terpokok jaitu imperialisme,"32) bahwa "kontradiksi pokok di Indonesia dewasa ini jalah kontradiksi antara Rakjat Indonesia disatu fihak dengan kaum imperialis difihak lain"33) Dari pandangan jang salah mengenai keadaan kongkrit jang demikian itulah lahirnjja sembojan "menempatkan kepentingan klas dibawah kepentingan nasionall"34) jang diambil setjara dogmatis dari sembojan kaum Komunis Tiongkok jang tepat pada waktu memobilisasi perlawanan terhadap agresi imperialis Djepang.

Kesalahan itu tidak memungkinkan Partai menggalang persekutuan buruh dan tani jang kuat dan terkonsolidasi, meskipun pengaruh Partai meluas ke desa2. Sebab dibawah sembojan jang salah "menggulingkan imperialisme adalah tugas primer", maka semua kontradiksi diantara klas2 di dalam negeri, termasuk kontradiksi antara tuan-tanah dengan kaum tani diharuskan tunduk pada "kontradiksi pokok dengan kaum imperialis".

Sesudah Revolusi Agustus 1945 jang gagal itu, ketjuali di Irian Barat, kaum imperialis tidak memegang kekuasaan politik setjara langsung di Indonesia. Kekuasaan politik di Indonesia berada di tangan kaum komprador dan tuan-tanah jang mewakili kepentingan imperialisme dan sisa2 feodalisme. Di Indonesia djuga tidak sedang terdjadi agresi imperialis. Dalam keadaan demikian, djika tidak ada kesalahan2 politik PKI, maka kontradiksi antara klas2 reaksioner jang berkuasa dengan Rakjat akan berkembang mendjadi tadjam dan merupakan kontradiksi pokok di Indonesia. Tugas primer revolusi Indonesia adalah menggulingkan kekuasaan klas2 reaksioner dalam negeri jang djuga mewakili kepentingan kaum imperialis, chususnja imperialis AS. Dan hanja dengan djalan itulah dapat dilakukan penggulingan setjara njata imperialisme dan sisa2 feodalisme.

Mengkoreksi kesalahan2 Partai dalam front persatuan dengan burdjuasi nasional tidak berarti bahwa sekarang Partai tidak perlu menggalang persatuan dengan klas ini. Selama susunan ekonomi Indonesia masih kolonial dan setengah-feodal, selama itu tetap ada lapisan dari klas burdjuis jang mengalami tindasan dari imperialisme dan mengalami hambatan2 dari sisa2 feodalisme. Lapisan dari klas burdjuis itu jalah burdjuasi nasional jang dalam batas2 tertentu anti-imperialisme dan sisa2 feodalisme. Atas dasar persekutuan buruh dan tani dibawah pimpinan klas buruh, Partai harus berusaha untuk menarik klas burdjuis nasional untuk memihak revolusi.

Demikianlah pokok2 kesalahan oportunisme kanan PKI di bidang politik jang berkumbang ke revisionisme dan mentjapai puntjaknja mendjelang terdjadinja "Peristiwa 30 September". Pada waktu penjelewengan ke kanan telah menjeluruh dan sempurna, muntjullah ketjenderungan lain jang berlawanan jaitu ketjenderungan "kiri". Ketjenderungan "kiri" ini berupa penilaian jang ber-lebih2an terhadap kekuatan Partai, klas buruh dan Rakjat pekerdja, mem-besar2kan hasil perdjuangan Rakjat serta meremehkan kekuatan2 kaum reaksioner.
Situasi politik dalam negeri ketika itu memang mulai menundjukkan adanja ketegangan2. Aksi2 Rakjat mandapatkan kemenangan2 politik, misalnja: pemboikotan film AS; pengusiran "Peace Corps" AS; tindakan terhadap Ampai dan Bill Parmer, larangan terhadap Manikebu; pengambilalihan perusahaan2 Inggris; pembubaran BPS dan Partai Murba; aksi menentang agresi AS terhadap Vietnam makin mendapat dukungan luas. Di berbagai daerah mulai terdjadi aksi2 sefihak kaum tani untuk memenangkan tuntutan turun sewa. Sebagai reaksi terhadap kemenangan2 perdjuangan Rakjat itu, kaum reaksioner dalam negeri dengan berkomplot dengan kaum imperialis AS djuga meningkatkan aktivitetnja, menimbulkan provokasi2 terhadap kaum buruh dan tani, menjebarkan dokumen palsu, dsb.

Tesis 45 tahun PKI disatu pihak menegaskan bahwa "Kaum kapitalis birokrat bukan sadja makin memperburuk keadaan ekonomi Indonesia dewasa ini, tapi djuga berusaha merebut kekuasaan politik dengan djalan kudeta." Difihak lain menegaskan bahwa "Perlawanan jang makin meningkat dari Rakjat Indonesia terhadap imperialisme, feodalisme dan kekuatan kontra-revolusioner di dalam negeri menundjukkan buhwa dewasa ini telah terdapat situasi revolusioner jang makin menandjak dan mematang di negeri kita."

Menurut Lenin situasi revolusioner atau periode revolusioner adalah saat2 apabila "'bangunan atas' jang lama telah meretak dari atas sampai kebawah, apabila aksi politik jang terbuka di fihak klas2 dan massa jang mentjiptakan bangunan atas baru untuk diri mereka sendiri telah mendjadi suatu kenjataan."35) Dibanding dengan apa jang dikatakan Lenin itu, situasi politik di Indonesia ketika itu, dengan terdjadinja aksi2 ambilalih perusahaan2 Inggris, demonstrasi2 anti-imperialis dan anti-kabir jang terdjadi ber-turut2 di ibukota dan kota2 besar lainnja belum dapat dikatakan sudah mentjapai taraf situasi revolusioner, apalagi "situasi revolusioner jang makin menandjak dan mematang." Tuntutan2 berbagai aksi jang puntjaknja adalah demonstrasi2 itu pada hakekatnja masih dalam rangka tuntutan bagian atau reform. Sedangkan di kalangan kaum tani sebagai kekuatan utama revolusi Indonesia tingkat aksinja masih belum tinggi dan belum luas. Apa jang dianggap tiap hari ada ribuan aksi2 di desa2, adalah tidak njata, sebab aksi2 petisi tertulis, perbaikan saluran air dll dihitung dalam mendjumlah aksi. Aksi2 jang langsung melawan tuan-tanah pribumi belum banjak dan belum nerata.

Kesimpulan tentang "situasi revolusioner jang makin mematang" tidak lain adalah karena metode berfikir jang mandjadikan kemauan subjektif, perasaan subjektif dan angan2 subjektif sebagai kenjataan. Pimpinan Partai takut melihat kenjataan jang berlainan dengan kemauan subjektifnja. Pimpinan Partai tidak senang kalau Comite2 daerah dan badan2 Partai lainnja melaporkan kenjataan bahwa tingkat perkembangan aksi2 massa belum seperti jang sudah disimpulkan. Akibatnja untuk menjenangkan kemauan subjektif pimpinan dikemukakan taksiran jang ber-lebih2an mengenai aksi2 massa, chususnja aksi tani.
Pimpinan Partai berusaha meningkatkan "situasi revolusioner jang makin mematang itu" mendjadi "revolusi."

Ini dikemukakan dalam Statement Politbiro CC PKI, 17 Agustus 1965. Dalam statement itu diserukan bahwa kaum Komunis harus bekerdja lebih keras "guna mengembangkan situasi revolusioner sekarang ini sampai kepada puntjaknja," supaja Rakjat "dapat mentjapai bukan sadja kemenangan2 jang lebih besar lagi, tetapi djuga kemenangan2 jang fundamentil." Inilah puntjak kesalahan jang lain, jang "kiri," jang telah menjeret pimpinan Partai ke dalam avonturisme dan telah menimbulkan bentjana besar bagi Partai dan gerakan revolusioner pada umumnja. 

KESALAHAN2 POKOK DI BIDANG ORGANISASI 

Garis politik jang salah jang berkuasa dalam Partai, tidak boleh tidak tentu diikuti oleh garis organisasi jang salah pula. Makin lama dan makin dalam berkuasanja garis politik jang salah dalam Partai, makin besar pula kesalahan2 di bidang organisasi, makin besar kerugian2 jang ditimbulkannja. Oportunisme kanan jang merupakan garis politik salah Partai dalam periode sesudah tahun 1951, diikuti oleh penjelewengan ke kanan pula di lapangan organisasi, jaitu liberalisme dan legalisme.

Garis liberalirme di bidang organisasi menampakkan diri pada ketjenderungan untuk mendjadikan PKI suatu partai jang beranggota se-banjak2nja, suatu organisasi jang longgar, jang dinamakan partai Masalah apakah Partai Komunis perlu mempunjai keanggotaan se-banjak2nja (partai massa), atau keanggotaan tidak perlu banjak2 asal kwa1itetnja tinggi (partai leader), merupakan persoalan bagi Partai2 Komunis di berbagai negeri. Mula2 dengan melalui plan peluasan anggota dan organisasi PKI menempuh garis untuk mendjadi partai massa. Tetapi pada tahun2 belakangan ini dinjatakan bahwa PKI adalah partai massa dan partai kader sekaligus. Dengan partai massa dimaksudkan keanggotaan jang banjak dan pengaruh jang luas serta dalam di kalangan massa. Dengan partai kader dimaksud keanggotaan partai jang dipersendjatai dengan Marxisme-Leninisme jang merupakan elemen2 aktif dan memimpin di kalangan massa.

Bagaimana seharusnja Partai Marxis-Leninis diorganisasi, bagaimana seharusnja sifat2 partai Marxis-Leninis itu, sudah dibentangkan setjara djelas oleh Lenin dan Stalin. PKI telah mengambil intisari dari sifat2 partai Marxis-Leninis dengan mentjantumkan dalam Konstitusinja bahwa "PKI adalah barisan depan dan bentuk organisasi klas jang tertinggi dari proletariat Indonesia."

Sesungguhnja, bukanlah soal jang harus diperdebatkan apakah suatu Partai komunis (Marxis-Leninis) harus merupakan partai Massa atau partai kader. Kedua2nja tertjakup dalam sifat2 partai jang intisarinja telah ditjantumkan dalam Konstitusi PKI itu. Kepeloporan Partai dalam klas buruh hanja bisa dipenuhi apabila disatu fihak Partai merupakan barisan jang paling depan dari seluruh barisan klas buruh dan difihak lain ia tak terpisah dari seluruh barisan klas buruh.

Stalin mendjelaskan arti kepeloporan Partai sebagai berikut: "Partai harus menjerap semua elemen terbaik dari klas buruh, pengalaman mereka, semangat revolusioner mereka, pengabdian mereka jang tak mementingkan diri untuk proletariat. Tetapi untuk betul2 mendjadi pelopor, Partai harus dipersendjatai dengan teori revolusioner, dengan pengetahuan hukum2 gerakan, dengan pengetahuan hukum2 revolusi. Tanpa ini ia tidak akan dapat mengarahkan (directing) perdjuangan proletariat, mumimpin proletariat .... Partai harus berdiri pada barisan terdepan klas buruh; ia harus melihat lehih djauh dari klas buruh; ia harus memimpin proletariat, dan tidak mengekor gerakan spontan".36) 

Tulisan Stalin itu djelas menundjukkan sjarat2 jang harus dipenuhi oleh suatu partai Marxis-Leninis untuk memenuhi fungsinja sebagai partai pelopor klas buruh. Sjarat2 itu djuga djelas menundjukkan bahwa anggota partai bukanlah sembarang orang dari kalangan klas buruh, tetapi adalah element terbaik dari kalangan klas buruh, jang dipersendjatai dengan teori Marxisme-Leninisme. Tidak semua orang dari kalangan klas buruh memenuhi sjarat untuk mendjadi anggota partai. Dalam arti ini partai Marxis-Leninis adalah partai leader.

Stalin djuga mendjelaskan bahwa "Partai tidak dapat hanja mendjadi barisan pelopor. Bersamaan dengan itu ia harus mendjadi barisan klas, bagian dari klas, berhubungan erat dengannja melalui semua nadi2 dari hidupnja. Perbedaan antara pelopor dan bukan [...] klas buruh, antara anggota2 partai dan orang non-partai tak dapat lengkap sampai klas2 lenjap… Tetapi Partai akan berhenti mendjadi partai bila perbedaan ini diperluas, mendjadi tjelah, bila ia mengurung dirinja dalam rumah kerang dan mendjadi dipisahkan dari massa non-Partai. Partai tidak dapat memimpin klas bila ia tidak berhubungan dengan massa non-Partai, bila tak ada ikatan antara Partai dengan massa non-Partai, bila Massa itu tidak menerima kepemimpinannja"37) (digaris bawahi menurut aslinja - Politbiro)

Keterangan Stalin tersebut menundjukkan keharusan partai-Marxis-Leninis memiliki karakter massa. Karena kepeloporan Partai hanja bisa diwudjudkan apabila Partai dapat bersatu-padu dan mendapat sokongan dari Massa non-Partai. Dan sokongan massa hanja bisa diperoleh Partai, apabila ia dapat mengambil sikap jang tepat terhadap Rakjat dan dengan tjara2 jang tepat memimpin Rakjat, apabila ia dapat membela kepentingan2 Rakjat di segala lapangan, pertama-tama di lapangan politik.

Djelaslah bahwa karakter massa Partai atau sifat Partai massa bukan pertama-tama ditandai oleh djumlah anggota jang banjak, melainkan ditandai pertama-tama olah eratnja hubungan Partai dengan massa, oleh garis politik Partai jang membela kepentingan massa Rakjat, atau ditandai oleh dilaksanakannja garis massa Partai. Dan garis massa Partai ini hanja dapat dipertahankan apabila sjarat2 kepeloporan Partai dipegang teguh, apabila anggota2 Partai terdiri dari elemen2 terbaik dari proletariat jang dipersendjatai dengan Marxisme-Leninisme. Oleh karena itu membangun partai Marxis-Leninis jang berkarakter massa tidak mungkin tanpa mengutamakan pendidikan Marxisme-Leninisme.

Dalam waktu beberapa tahun belakangan ini, PKI telah menempuh garis pembangunan partai jang menjalahi prinsip2 Marxisme-Leninisme di lapangan organisasi. Setelah berhasil meluaskan anggota dan organisasi melalui plan2 djangka pendek, Partai telah melaksanakan ber-turut2 Plan 3 Tahun Pertama (Organisasi dan Pendidikan), Plan 3 Tahun Kedua (Pendidikan dan Organisasi) dan mulai Plan 4 Tahun (Tentang Kebudajaan, ldeologi dan Organisasi). Melalui plan2 djangka pendek, Plan 3 tahun Pertama dan Kedua PKI telah meluas ke seluruh negeri, ke pulau2 dan sukubangsa2 di seluruh Indonesia, dengan keanggotaan lebih dari 3 djuta orang. lni adalah suatu hasil jang besar.

Tetapi bersamaan dengan itu makin tumbuh liberalisme dalam Partai. Walaupun Plan 3 tahun Kedua dinjatakan mementingkan pendidikan ideologi, tetapi dalam praktek tetap di-tekan2kan pada peluasan anggota dan organisasi. Plan peluasan anggota telah dilaksanakan tanpa mengindahkan kemampuan organisasi untuk mengurus anggota2 baru dan mendidiknja. Karena mengedjar djumlah jang ditetapkan dalam plan, Maka pelaksanaan perluasan anggota telah berdjalan dengan melanggar ketentuan2 Konstitusi Partai. Begitu dibikin longgarnja organisasi PKI, sehingga setiap orang jang menjatakan setudju terhadap Program PKI diterima mendjadi anggota. Tidak djelas lagi bedanja anggota partai dengan anggota organisasi massa jang berada dibawah pimpinan Partai. Sjarat2 keanggotaan barisan pelopor klas buruh ditinggalkan sama sekali.

Perluasan keanggotaan partai setjara liberal itu tidak bisa dipisahkan dengan garis politik menempuh djalan damai. Dengan keanggotaan partai jang besar dimaksudkan untuk memperbesar pengaruh Partai dalam front persatuan dengan burdjuis nasional. Dan dengan Partai jang makin besar, dengan terus bersatu dengan burdjuasi nasional, maka dapatlah ditjapai imbangan kekuatan jang memungkinkan mengalahkan kekuatan kepalabatu sama sekali. Kepentingan djalan damai mendjadi djelas ditjerminkan dalam organisasi dengan adanja P1an 4 Tahun Partai.

Jang dipentingkan bukan lagi pendidikan dan latihan kader2 Marxis-Leninis untuk persiapan revolusi, untuk bekerdja di-tengah2 kaum tani menggalang basis2 revolusi, tetapi pendidikan intelektuil untuk melajani keperluan pekerdjaan front persatuan dengan burdjuasi nasional, dan untuk mengisi berbagai kedudukan di dalam lembaga2 negara jang diperoleh berkat kerdjasama itu. Sembojan "mengintegrasikan diri setjara total dengan kaum tani" mendjadi omongkosong sadja. Jang dipraktekkan bukan mengirim kader2 terbaik ke desa2, tetapi menarik kader2 dari desa ke kota, dari daerah ke pusat.

Agar supaja martabat PKI tinggi di mata burdjuis dun dihormati sebagai partai orang2 terpeladjar, maka menurut Plan 4 Tahun semua kader tinggi Partai diwadjibkan menamatkan pendidikan tingkat akademi, kader2 menengah Partai tingkat sekolah landjutan atas, dan kader2 bawahan tingkat landjutan pertama. Untuk keperluan ini banjak akademi, perguruan dan kursus2 didirikan. Begitu dalamnja intelektualisme sudah menguasai pimpinan Partai, sehingga semua tokoh Partai dan tokoh gerakan rakjat, diharuskan membuat 4 buah karangan (skripsi) untuk mendapat gelar sardjana Marxis.

Makin dalam Partai terperosok ke dalam lumpur oportunisme kanan atau revisionisme, makin hilang pula kewaspadaan organisasi, berkembanglah legalisme dalam organisasi. Pimpinan Partai telah kehilangan prasangka klasnja terhadap kepalsuan demokrasi burdjuis. Seluruh kegiatan Partai menundjukkan se-olah2 begitu pastinja djalan damai itu. Pimpinan Partai tidak membangkitkan kewaspadaan massa anggota akan bahaja serangan kaum reaksioner jang terus menerus mentjari kesempatan. Karena legalisme di lapangan organisasi inilah, maka dalam waktu singkat kontra-revolusi telah berhasil melumpuhkan PKI setjara organisasi.

Liberalisme dalam organisasi telah merusak prinsip demokrasi intern-Partai, merusak pimpinan kolektif dan menimbuhkan pimpinan dan kekuasaan perseorangan, otonomisme, jang memupuk tumbuhnja kultus individu. Jang dipraktekkan bukan lagi sentralisme-demokrasi, jaitu demokrasi jang dipusatkan, jang harus berdjalan atas dasar garis massa, memadukan pimpinan dengan massa, tetapi komandoisme atas dasar kemauan dun kepentingan subjektif pimpinan. Setjara formil, ketentuan2 demokrasi intern-Partai, ketentuan2 prinsip pimpinan kolektif bukannja ditiadakan sama sekali. Dan setjara formil keputusan2 badan2 pimpinan diambil dengan suara bulat. Akan tetapi bersamaan dengan itu tidak djarang pula diambil keputusan2 tanpa melalui badan2 pimpinan Partai jang seharusnja kompeten. Tjara jang salah, jang bertentangan dengan prinsip2 Marxis-Leninis itu telah berdjalan antara lain disebabkan oleh faktor2 sebagai berikut:

Pertama, kesalahan organisasi, chususnja, dalam tjara kerdja, jang memberikan kesempatan kepada pimpinan Partai untuk membangun saluran2 tersendiri diluar kontrol Politbiro dan CC. Hal ini menjebabkan badan pimpinan Partai jang kompeten seperti Politbiro tidak ditempatkan pada tempat jang semestinja, tidak didjadikan tempat untuk memetjahkan segala soal urusan Partai dan revolusi. Melalui saluran2 tersendiri itu pimpinan dapat mengambil langkah2 politik dan organisasi termasuk penempatan kader, dan tidak djarang Politbiro hanja mensahkan langkah2 jang sudah diambil oleh pimpinan itu, atau mempertimbangkan suatu soal dengan pengetahuan jang kurang lengkap dan mendalam mengenai persoalannja.

Kedua, adanja sikap kurang ktitis baik dalam Politbiro, CC maupun badan2 Partai lainnja terhadap pimpinan. Sudah mendjadi kelaziman, apa jang dikatakan pimpinan dianggap benar, dan tanpa melalui pendiskusian dan pemikiran jang mendalam, dilaksanakan. Sikap kurang kritis itu antara lain djuga diaobabkan karena lemahnja teori, jang menjebabkan kurang kuatnja landasan untuk menjangkal pendapat pimpinan bila dirasa pendapat itu keliru. Pada beberapa tahun belakangan, sesudah Partai menjusun grup pekerdja teori, maka pemimpin2 Partai pada umumnja makin terpisah dari persoalan2 teori. Djika ada diskusi jang menjangkut persoalan teori, boleh dikata hanja pekerdja teori sadjalah jang mengambil bagian aktif. Ketjuali itu djuga ada kekurangan keberanian dalam menjatakan sikap jang tidak menjetudjui garis pimpinan.

Ketiga, dalam Partai telah ditanamkan kepertjajaan jang mem-besar2kan segi persatuan-bulat Partai. Se-olah2 tak ada lagi perbedaan fikiran mengenai soal2 prinsip. Karena itu dipandang sebagai sesuatu jang tidak normal bila ada perbedaan prinsip dengan pimpinan. Suasana demikian itu telah menimbulkan keengganan bagi kader2 Partai untuk menjatakan setjara terbuka dan bebas fikiran dan perasaannja mengenai garis pimpinan jang dipandang tidak tepat. Sekalipun tidak setjara terbuka dan bebas serta tidak dinjatakan dalam forum2 kolektif Partai, sebenarnja terdapat sedjumlah kader jang tidak menjetudjui garis politik dan organisasi pimpinan Partai jang oportunis atau revisionis itu. Akan tetapi fikiran dan perasaan kader2 itu tidak mendapat tanggapan setjara baik dari pimpinan. Kekurangan kebebasan menjatakan fikiran dan perasaan kader2 djuga dipengaruhi oleh adanja politik penempatan kader jang "pilih kasih" dan dalam batas2 tertentu adanja isolasi terhadap kader2 tertentu.

Dalam keadaan liberalisme menguasai garis organisasi Partai, maka tidak mungkin dilaksanakan langgam kerdja Partai, jaitu "memadukan teori dengan praktek, berhubungan erat dengan massa dan melakukan otokritik." Dan tidak mungkin djuga dilaksanakan metode memimpin jang intinja adalah memadukan pimpinan dengan massa, jang harus dilaksanakan dengan atasan memberi tjontoh kepada bawahan.

Jang terdjadi bukan lagi pemaduan kebenaran umum Marxisme-Leninisme dengan praktek kongkrit revolusi Indonesia, tetapi mengkompromikan adjaran2 Marxisme-Leninisme dengan pandangan burdjuasi; mensistimatiskan serta mengembangkan pandangan dan teori burdjuasi; dan atas nama sembojan "meng-Indonesiakan Marxisme," "mengembangkan MarxismeLeninisme setjara kreatif," mengubah Marxisme-Leninisme.

Garis berhubungan erat dengan massa, memadukan pimpinan dengan massa, memang hanja dapat diwudjudkan apabila dilaksanakan dengan konsekwen pengintegrasian diri dengan massa Rakjat, terutama dengan kaum buruh, buruh-tani dan tani-miskin. Dan dalam melaksanakan garis ini atasan harus memberi tjontoh kepada bawahan. Akan tetapi tidak demikian jang terdjadi. Banjak kader Partai, terutama kader2 tinggi Partai, lebih chusus lagi jang memiliki ketjakapan2 untuk memenuhi kebutuhan pekerdjaan di berbagai lembaga pemerintah dan semi-pemerintah, telah mentjapai taraf hidup jang djauh berbeda dari kaum buruh dan Rakjat pekerdja umumnja. Mereka telah menikmati fasilitet2 seperti jang diperoleh pedjabat2 tinggi pemerintah.

Dalam Partai bahkan telah berlaku konvensi, bahwa pemimpin2 Partai dan pemimpin2 organisasi massa revolusioner di pusat maupun di daerah harus mempunjai rangkapan djabatan resmi, supaja mendapat tambahan otoritet, supaja tidak hanja mendjadi tokoh Partai tetapi djuga tokoh berbagai golongan, tokoh nasional atau tokoh Rakjat sedaerah. Dengan berlakunja konvensi ini banjak pemimpin2 Partai maupun ormas jang kegiatannja sebagian besar ditjurahkan dalam lembaga2 pemerintahan dan semi-pemerintah. Ini mengakibatkan berkurangnja perhatian jang ditudjukan kepada kehidupan Partai, baik di bidang ideologi maupun organisasi.

Di daerah2 dan terutama di pusat tjara hidup sebagian pemimpin2 Partai tidak lagi menjesuaikan diri dengan massa Rakjat jang masih menderita, tetapi menjesuaikan diri dengan burdjuasi. Ini semua dilakukan dengan predikat "sesuai dengan kebesaran Partai", "mempertinggi martabat Partai", "meninggalkan tjara kuno", dsb. Bahkan diantara pemimpin2 Partai sudah ada jang djatuh ke moral bedjat burdjuis jang menodai moral Komunis.

Dalam suasana seperti tersebut di atas tidak mungkin dilaksanakan pengintegrasian dengan massa Rakjat jang paling menderita. Seruan2 "basmi puas diri," "djadilah Komunis jang baik dan lebih baik lagi," "pendidikan keluarga Komunis," dsb, tidak lebih daripada tabir asap untuk menutupi kemunafikan dan kemerosotan moral di kalangan pimpinan Partai. Seruan2 itu memang tidak ditudjukan kepada pimpinan. Se-olah2 kader2 di luar pimpinan sadjalah jang melakukan perbuatan2 jang tidak sesuai dengan moral Komunis. Bersamaan dengan seruan2 itu "tjara hidup burdjuis" terus berlangsung di kalangan pimpinan Partai.

Kader2 daerah apabila melihat ke pusat bukannja menemukan keteladanan tentang kesederhanaan Komunis baik dalam kehidupan Partai maupun kehidupan pribadi, tetapi menemukan keteladanan tentang "kemewahan," "kemodernan," "kebesaran" Komunis baik dalam kehidupan Partai maupun dalam kehidupan pribadi pimpinan Partai tidak mendengarkan kritik2 jang djudjur dari kawan2 tertentu, tetapi menganggap kritik2 itu sebagai "keterbelakangan," "tidak menggunakan fasilitet setjara maksimal untuk kepentingan Partai dan Rakjat," "tidak meninggikan martabat Partai," dsb, dsb.

Demikianlah setjara pokok garis politik jang salah jang berkuasa dalam Partai telah diikuti oleh garis jang salah di lapangan organisasi jang merusak prinsip2 partai Marxis-Leninis, merusak sendi2 organisasi Partai jaitu sentralisme-demokrasi, merusak langgam kerdja dan metode memimpin Partai.

Untuk menegakkan PKI sebagai partai Marxis-Leninis harus dibongkar sampai keakar2nja liberalisme di lapangan organisasi dan sumber ideologi jang melahirkannja. PKI harus dibangun kembali sebagai partai tipe Lenin, partai jang dapat memenuhi tugasnja sebagai barisan depan dan bentuk organisasi klas jang tertinggi dari proletariat Indonesia, partai jang memikul tugas sedjarah memimpin massa Rakjat Indonesia untuk memenangkan revolusi anti-imperialisme, anti-feodalisme dan anti-kapitalisme-birokrasi menudju ke sosialisme. Partai jang demikian itu harus memiliki sjarat2 ideologi: dipersendjatai dengan teori Marxisme-Leninisme dan bebas dari subjektivisme, oportunisme dan revisionisme modern; politik: memiliki program jang tepat termasuk program agraria revolusioner, menguasai masalah2 strategi dan taktik revolusi Indonesia – menguasai bentuk perdjuangan pokok jaitu perdjuangan tani bersendjata dibawah pimpinan proletariat dan bentuk2 perdjuangan lainnja, dan pandai menggalang front persatuan revolusioner dari klas2 dan golongan2 anti-imperialisme dan anti-feodalisme berbasiskan persekutuan buruh dan tani dibawah pimpinan klas buruh; organisasi: kuat dan berakar dalam di kalangan massa Rakjat, terdiri dari anggota2 Partai jang terpertjaja, berpengalaman dan terbadjakan dan mendjadi teladan dalam mendjalankan tugas2 nasional.

Pembangunan kembali Partai dewasa ini kita lakukan dalam keadaan berkuasanja rezim teror kontra-revolusioner jang paling kejam dan paling ganas. Legalitet Partai dan hak2 kemanusinan orang2 Komunis sudah dirampas samasekali. Oleh karena itu Partai harus disusun dan bekerdja sepenuhnja setjara illegal. Dalam bekerdja sepenuhnja setjara ilegal, Partai harus pandai menggunakan setjara penuh kesempatan2 jang dimungkinkan untuk melakukan kegiatan2 setjara legal sesuai dengan keadaan, melakukan tjara2 jang dapat diterima oleh massa untuk membangkitkan perdjuangan massa dan meminpinnja setingkat demi setingkat ke perdjuangan jang lebih tinggi.

Sudah terang bahwa dalam keadaan Partai harus sepenuhnja bekerdja setjara ilegal, tidak mungkin dilaksanakan setjara penuh sentralisme-demokrasi Partai, terutama demokrasi intern-Partai. Dalam keadaan demikian setiap badan pimpinan Partai harus berusaha keras untuk mengetahui dan mengurus setjara tepat fikiran dan perasaan anggota2 Partai. Untuk itu harus didjalankan dengan konsekwen langgam kerdja, metode memimpin dan pimpinan kolektif Marxis-Leninis.

Dalam membangun kembali PKI jang Marxis-Leninis perhatian jang se-besar2nja harus ditjurahkan untuk membangun Partai di desa2, menggalang basis2 revolusi.
Tugas membangun kembali partai Marxis-Leninis seperti tersebut di atas adalah pekerdjaan jang berat dan penuh bahaja serta memakan waktu lama, karena itu harus didjalankan dengan berani, tekun, teliti, sabar dan ulet. 

DJALAN  KELUAR 

Setelah mengetahui kelemahan2 dan kesalahan2 Partai dalam periode sesudah tahun 1951 seperti telah dibentangkan di muka, dan jang telah menimbulkan kerusakan2 berat pada PKI dan gerakan revolusioner Rakjat Indonesia, djelaslah bahwa tugas mendesak jang dihadapi oleh Marxis-Leninis Indonesia dewasa ini, pertama jalah membangun kembali PKI sebagai partai Marxis-Leninis jang bersih dari subjektivisme, oportunisme dan revisionisme modern.

Untuk membangun kembali partai Marxis-Leninis sedemikian itu, kader2 Partai di semua tingkat dan kemudian anggota2 Partai, harus mentjapai kebulatan fikiran mengenai kesalahan2 Partai di waktu jang lalu dan mengenai djalan baru jang harus ditempuh.

Sebagai akibat pukulan teror putih ketiga Partai telah kehilangan banjak kader jang mempunjai pengalaman lama dalam pekerdjaan Partai dan pekerdjaan gerakan massa revolusioner. Meskipun demikian, apabila telah ditjapai kebulatan fikiran,mengenai kesalahan2 pokok Partai di waktu jang lalu dan djalan baru jang harus ditempuh dari kader2 jang kini masih ada, akan dapat ditegakkan setapak demi setapak pimpinan jang stabil di semua tingkat, Sang akan sanggup memenuhi tugasnja memimpin Partai dan Rakjat Indonesia mengatasi kesulitan demi kesulitan selama meradjalelanja kontra-revolusi dan surutnja gelombang revolusi, serta membawa madju setindak demi setindak perdjuangan Rakjat, dan achirnja, memimpin pasang gelombang revolusi jang pasti datang.

Untuk mentjapai kebulatan fikiran itu perlu diadakan gerakan pembetulan fikiran di seluruh Partai. Dengan gerakan pembetulan fikiran kita bermaksud untuk mengubah fikiran jang salah di masa jang lampau mendjadi fikiran jang benar. Untuk dapat menempuh djalan jang benar adalah mutlak harus meninggalkan djalan jang salah. Tidak mungkin menempuh djalan jang benar apabila djalan jang salah tidak ditinggalkan sama sekali.

Dalam situasi dewasa ini tidak mudah untuk mentjapai kebulatan fikiran mengenai semua kesalahan di masa jang lalu sampai pada soal jang se-ketjil2nja. Tetapi jang mutlak perlu jalah kebulatan fikiran mengenai soal2 jang pokok seperti jang dibentangkan di dalam otokritik ini. Tanpa memahami masalah2 pokok itu, seseorang kawan tidak akan dapat mengambil bagian didalam memikul tugas besar, berat tetapi mulia, jaitu menegakkan partai Marxis-Leninis Indonesia sebagai djaminan adanja pimpinan jang terpertjaja atas Revolusi Demokrasi Rakjat Indonesia.

Sebagaimana telah dianalisa di muka, kesalahan2 oportunis dan revisionis di lapangan politik dan organisasi Partai jang kita koreksi ini bukan hanja hasil dari sjarat2 sosial dan sedjarah pada masa dasawarsa terachir sadja, tetapi djuga mempunjai akar jang lebih djauh lagi, pada sjarat2 sosial dan sedjarah sedjak berdirinja Partai kita. Oleh karena itu sama sekali tidak boleh ada anggapan bahwa soalnja sudah beres setelah dilakukan kritik dan otokritik ini. Djika ideologi subjektivisme belum dilikwidasi dari dalam Partai, apalagi djika masih ada di dalam pimpinan Partai, selama itu Partai tidak akan terhindar dari kesalahan2 oportunisme kanan atau oportunisme "kiri," karena Partai tidak akan mungkin menganalisa situasi politik setjara tepat dan tidak akan mungkin memberikan petundjuk kerdja setjara tepat pula. Adalah pertama-tama mendjadi kewadjiban pimpinan dan kader2 Central, kemudian pimpinan dan kader2 Daerah di semua tingkat untuk dengan segala daja dan sepenuh hati memerangi subjektivisme.

Subjektivisme hanja dapat dilawan setjara efektif dan dilikwidasi apabila seluruh Partai ditingkatkan kemampuannja untuk membedakan antara ideologi proletar dengan ideologi burdjuis ketjill serta dikembangkannja kritik dan otokritik. Meningkatkan kemampuan seluruh Partai untuk membedakan antara ideologi proletar dengan ideologi burdjuis ketjil hanja mungkin ditjapai dengan memperdalam pendidikan Marxisme-Leninisme. Partai harus mendidik anggota2nja untuk mentrapkan metode Marxis-Leninis dalam menganalisa situasi politik dan menilai kekuatan2 klas jang ada, sehingga tidak dilakukan analisa dan penilaian jang subjektif. Partai harus membawa perhatian para anggotanja kepada penelitian dan mempeladjari keadaan sosial dan ekonomi sehingga bisa menenturan taktik2 perdjuangan dan metode kerdjanja membantu anggota2nja sehingga memahami bahwa tanpa penelitian sjarat2 aktuil mereka akan terdjerumus ke dalam fantasi.

Timbulnja kesedaran atas kesalahan2 Partai di waktu jang lalu merupakan sjarat jang sangat baik untuk memahami djiwa revolusioner Marxisme-Leninisme. Oleh karena itu kaum Marxis-Leninis Indonesia harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengatasi kesulitan2 jang ditimbulkan oleh teror putih dewasa ini bagi usaha2 mempeladjari Marxisme-Leninisme.

Pengalaman perdjuangan Partai selama masa2 jang silam menundjukkan betapa pentingnja bagi kaum Marxis-Leninis Indonesia jang bertekad untuk mempertahankan Marxisme-Leninisme dan melawan revisionisme modern, untuk selain mempelajari adjaran2 Marx, Engels, Lenin dan Stalin, djuga setjara chusus mempeladjari fikiran2 Mao Tjetung, jang telah berhasil setjara tjemerlang dalam mewarisi, mempertahankan dan mengembangkan Marxisme-Leninisme sampai ke puntjaknja pada zaman sekarang.

PKI hanja akan dapat mengibarkan tinggi2 pandji Marxisme-Leninisme apabila bersikap tegas dalam melawan revisionisme modern jang dewasa ini berpusat pada grup pimpinan PKUS. Melawan revisionisme modern tidak mungkin dilakukan sambil terus memelihara persahabatan dengan kaum revisionis modern. PKI harus meninggalkan sikapnja jang salah rnengenai hubungan dengan kaum revisionis modern di masa jang lalu. Kesetiaan terhadap internasionalisme proletar hanja mungkin diwudjudkan dengan sikap jang tak kenal ampun dalam melawan revisionisme modern, karena revisionisme modern merusak internasionalisme proletar, mengchianati perdjuangan proletariat dan Rakjat tertindas seluruh dunia.

Dalam membangun kembali Partai kaum Marxis-Leninis Indonesia harus mengarahkan perhatiannja untuk mentjiptakan sjarat2 guna memimpin revolusi agraria kaum tani bersendjata jang akan merupakan bentuk pokok perdjuangan untuk memenangkan Revolusi Demokrasi Rakjat Indonesia. Ini berarti bahwa perhatian terbesar harus ditjurahkan untuk membangun kembali organisasi2 Partai di desa. Perhatian terbesar harus ditjurahkan untuk memetjahkan masalah membangkitkan, mengorganisasi, dan memobilisasi kaum tani dalam revolusi agraria anti-feodal. Pengintegrasian Partai dengan kaum tani terutama dengan buruh-tani dan tani-miskin harus sungguh2 diwudjudkan. Karena hanja melalui pengintegrasian inilah Partai dapat memimpin kaum tani dan kaum tani akan sanggup mendjadi benteng Revolusi Demokrasi Rakjat jang tak terkalahkan.

Sebagai akibat pukulan teror putih ketiga, organisasi2 Partai di desa pada umumnja mengalami kerusakan lebih berat, sehingga bekerdja di desa lebih sukar dan lebih berat. Tetapi ini tidak mengubah kebenaran hukum bahwa Revolusi Demokrasi Rakjat Indonesia kekuatan utamanja adalah kaum tani, dan daerah basisnja adalah desa. Dengan bartekad bulat, se-gala2nja untuk massa Rakjat,-kaum Marxis-Lenninis Indonesia pasti dapat mengatasi kesulitan2 jang berat itu. Dengan sepenuhnja pertjaja kepada massa, bersandar kepada massa, kaum Marxis-Leninia Indonesia pasti dapat mengubah desa2 Indonesia jang terbelakang mendjadi benteng2 revolusi jang besar dan terkonsolidasi baik setjara militer, politik dan kebudajaan.

Kaum tani Indonesia paling berkepentingan atas Revolusi Demokrasi Rakjat. Karena hanja revolusi inilah jang akan membebaskan mereka dari hidup jang terbelakang dan serba pintjang sebagai akibat penindasan feodal. Hanja revolusi inilah jang akan memberikan kepada kaum tani sesuatu jang di-idam2kan di sepandjang hidup dan untuk hidupnja, jaitu tanah. Oleh karena itu betapapun berat dan ber-liku2nja, kaum tani pasti menempuh djalan revolusi untuk tanah dan kebebasan.

Djelaslah bahwa tugas kedua kaum Marxis-Leninis Indonesia sekarang jalah mentjiptakan sjarat2 jang diperlukan bagi revolusi agraria bersendjata kaum tani dibawah pimpinan proletariat. Djika kaum Marxis-Leninis Indonesia berhasil membangkitkan, mengorganisasi dan memobilisasi kaum tani untuk melakukan revolusi agraria anti-feodal, maka terdjaminlah kepemimpinan klas buruh atas Revolusi Demokrasi Rakyat, dan terdjamin pula kemenangannja.

Meskipun demikian, Partai harus tetap berusaha untuk […] satuan revolusioner dengan klas2 dan golongan2 anti-imperialis […] feodalisme lainnja. Atas dasar persekutuan buruh dan tani dibawah […] buruh, Partai harus berusaha menarik kaum burdjuis ketjil […] demokratis lainnja, dan harus pula menarik burdjuasi nasional […] tambahan dalam Revolusi Demokrasi Rakjat. Sjarat objektif […] kan digalangnja front persatuan revolusioner jang luas.

Diktatur militer djendral2 kanan AD Nasution-Suharto tidak […] djelmaan kekuasaan klas2 jang paling reaksioner di dalam negeri […] komprador, kapitalis-birokrat dan tuan-tanah. Klas2 reaksioner […] dibenggoli oleh klik djendral2 kanan AD mendjalankan diktatur […] Indonesia, bertindak sebagai andjing pendjaga kepentingan imperialis […] imperialisme AS di Indonesia. Oleh karena itu berkuasanja diktatur militer djendral2 kanan AD pasti memperhebat penindasan dan penghisapan imperialisme dan feodalisme atas Rakjat Indonesia.

Diktatur militer djendral2 kanan AD hanja mewakili kepentingan minoritas jang sangat ketjil dan menindas majoritet jang sangat besar Rakjat Indnesia. Oleh karena itu diktatur militer djendral2 kanan AD pasti mendapat perlawanan dari massa Rakjat luas. Diktatur militer klik djendral2 kanan AD djuga tidak mewakili massa pradjurit dari Angkatan Bersendjata RI. Oleh karena itu perlawanan terhadap diktatur militer djendral2 kanan AD djuga timbul dari kalangan pradjurit. Djelaslah bahwa dalam perdjuangan untuk menghantjurkan diktatur militer djendral2 kanan AD terdapat kemungkinan menggalang front jang sangat luas.

Situasi sekarang berbeda dari situasi pada waktu teror putih kedua (provokasi Madiun). Sekarang tidak seluruh kekuatan tengah ikut bersama kontra-revolusi memukul kekuatan2 penggerak revolusi. Sajap kiri kekuatan tengah karena djuga mendjadi sasaran pukulan kontra-revolusi, melakukan perlawanan. Makin lama makin luas golongan tengah jang melawan diktatur militer djendral2 kanan AD. Partai harus terus menggalang front persatuan dengan kekuatan ini.

Djadi tugas urgen ketiga jang dihadapi kaum Marxis Leninis Indonesia adalah menggalang front persatuan revolusioner dengan klas2 dan golongan2 anti-imperialis dan anti-feodal atas dasar persekutuan buruh dan tani dibawah pimpinan klas buruh.

Dengan demikian djelaslah bahwa untuk memenangkan Revolusi Demokrasi Rakjat kaum Marxis-Leninis Indonesia harus mengibarkan tinggi2 tripandji Partai jaitu:
Pandji pertama, pembangunan partai Marxis-Leninis jang bebas dari subjektivisme, oportunisme dan revisionisme modern.

Pandji kedua, perdjuangan Rakjat bersendjata jang hakikatnja perdjuangan kaum tani bersendjata untuk revolusi agraria anti-feodal dibawah pimpinan klas buruh.
Pandji ketiga, front persatuan revolusioner atas dasar persekutuan buruh dan tani dibawah pimpinan klas buruh.

Demikianlah Politbiro telah melakukan otokritik atas kelemahan2 dan kesalahan2 berat Partai dalam periode sesudah tahun 1951 jang telah menimbulkan kerugian2 berat pada Partai dan seluruh gerakan revolusioner.

Tugas2 jang dihadapi kaum Marxis-Leninis Indonesia amat berat. Mereka harus bekerdja dalam keadaan di-kedjar2 teror jang paling ganas dan paling kedjam jang tak ada taranja dalam sedjarah. Akan tetapi kaum Marxis-Leninis Indonesia tidak ragu2 bahwa dengan mengkoreksi kesalahan2 Partai pada masa jang telah lalu mereka kini sedang menempuh djalan jang benar, djalan Revolusi Demokrasi Rakjat. Betapapun pandjang, ber-liku2 dan banjak kesulitan, inilah satu2nja djalan menudju ke Indonesia Baru jang bebas dan demokratis, Indonesia jang sungguh2 mendjadi milik Rakjat Indonesia. Untuk mana harus berani menempuh djalan pandjang.

Kaum Marxis-Leninis dan kaum revolusioner Indonesia berdasarkan pengalaman perdjuangannja sendiri tidak ragu2 akan kebenaran tesis Kawan Mao Tjetung, bahwa kaum imperialis dan kaum reaksioner adalah matjan kertas. Nampaknja sadja mereka menakutkan, tetapi sebenarnja mereka lemah. Ditindjau dari pandangan jang djauh Rakjatlah jang sesungguhnja kuat. Diktatur militer djendral2 kanan AD jang kini berkuasa adalah djuga matjan kertas. Nampaknja sadja mereka kuat dan menakutkan, tetapi mereka sebenarnja lemah, karena tidak didukung bahkan ditentang oleh Rakjat dan di dalamnja sendiri penuh dengan kontradiksi, saling berebut rezeki dan kekuasaan. Kaum imperialis terutama imperialis AS jang mendjadi sandaran diktatur militer djendral2 kanan AD adalah djuga matjan kertas. 

Nampaknja sadja mereka itu kuat dan menakutkan, tetapi sebenarnja mereka lemah dan sedang menudju keruntuhannja. Kelemahan kaum imperialis, chususnja imperialis AS ditundjukkan oleh ketidak-mampuan mereka menundukkan Rakjat Vietnam jang heroik dan ketidak-mampuan mereka membendung gelombang perdjuangan anti-imperialisme Rakjat sedunia, termasuk di AS sendiri jang sedang menerdjang dengan dahsjat.

Ditindjau dari strategi, kaum imperialis dan kaum reaksioner lainnja adalah lemah, dan karena itu kita harus meremehkannja. Dengan meremehkan musuh setjara strategi dapat ditimbulkan keberanian untuk melawannja dan kejakinan untuk mengalahkannja. Bersamaan dengan itu, kita harus mengindahkan musuh, memperhitungkan sepenuhnja kekuatan mereka didalam taktik, dan tidak melakukan tindakan2 avonturir terhadap mereka.

Sekarang kita berada dalam zaman dimana imperialisme sedang mengalami keruntuhan setjara total, dan sosialisme sedang menudju kemenangan di seluruh dunia. Tidak ada kekuatan jang dapat mentjegah keruntuhan total imperialisme dan kaum reaksioner lainnja, dan tidak ada kekuatan jang dapat menahan kemenangan sosialisme di seluruh dunia. Diktatur militer djendral2 kanan AD sebagai andjing pendjaga kepentingan imperialisme di Indonesia djuga tak akan dapat menghindarkan diri dari keruntuhannja. Pembunuhan dan penjiksaan setjara kedjam dan biadab terhadap ratusan ribu Komunis dan demokrat dan jang sampai sekarang terus mereka lakukan, tidak akan dapat membendung kebangkitan dan perlawanan Rakjat beserta kaum Komunis. Sebaliknja segala kekedjaman dan kebiadaban itu pasti menimbulkan perlawanan setimpal dari Rakjat. Kaum Komunis akan menebus pengorbanan ratusan ribu kawan itu dengan tekad untuk lebih baik lagi mengabdi kepada Rakjat, revolusi dan Partai.

Kaum Marxis-Leninis Indonesia jang sedang menderita pukulan teror putih ketiga menjatakan rasa terimakasih jang se-dalam2nja atas solidaritet kaum Marxis-Leninis seluruh dunia. Solidaritet itu meneguhkan kejakinan kaum revolusioner Indonesia tentang tak terpisahkannja perdjuangan pembebasan nasional mereka dengan perdjuangan proletariat internasional untuk sosialisme. Kaum Marxis-Leninis Indonesia berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi harapan2 terbaik kaum Marxis-Leninis sedunia, untuk dengan teguh mempertahankan Marxisme-Leninisme dan melawan revisionisme modern, bekerdja lebih baik untuk pembebasan Rakjat dan negerinja serta untuk revolusi proletar sedunia.

Kaum Marxis-Leninis Indonesia jang bersatupadu dalam fikiran dan bertekad untuk menempuh djalan revolusi, dengan pertjaja sepenuhnja pada Rakjat, bersandar pada Rakjat, bekerdja dengan berani, tekun, teliti, sabar, ulet dan waspada, pasti akan dapat memenuhi tugas sedjarahnja, memimpin Revolusi Demokrasi Rakjat, menghantjurkan diktatur militer djendral2 kanan AD dan membangun kekuasaan jang samasekali baru, jaitu Diktatur Demokrasi Rakjat. Dengan Diktatur Demokrasi Rakjat, jaitu kekuasaan bersama klas2 don golongan2 anti-imperialis dan anti-feodal dibawah pimpinan klas buruh, Rakjat Indonesia akan melenjapkan sampai ke-akar2nja imperialisme dan sisa2 feodalisme serta membangun masjarakat baru jang bebas dan demokratis, menudju ke sosialisme, dimana tiada penindasan dan penghisapan oleh manusia atas manusia lainnja.

Marilah kita bersatupadu menempuh djalan revolusi, jang diterangi oleh adjaran2 Marxisme-Leninisme, djalan bagi pembebasan proletariat dan Rakjat-Indonesia menudju ke sosialisme.

POLITBIRO CC PKI

Djawa Tengah, September 1966


KETERANGAN
  • Lenin, Komunisme "Sajap Kiri", Penjakit Ke-kanak2-an.
  • Djalan Baru Untuk Republik Indonesia (Resolusi Politbiro, CC PKI, Agustus 1948).
  • Mao Tjetung, Laporan Pada Sidang Pleno Ke-7 CC Ke -VI PKT, 1945 (Tjatatan Penerbit: Sumber dari kutipan tersebut adalah Mao Tjetung, Peladjaran Kita Dan Situasi Dewasa ini, pidato Kawan Mao Tjetung di depan rapat kader tinggi di Jenan, tanggal 12 April 1944)
  • Lenin, Apa Jang Harus Dikerdjakan?
  • Lenin, Imperialisme Tingkat Tertinggi Kapitalisme.
  • D.N. Aidit, Djadilah Komunis Jang Baik, Dan Lebih Baik Lagi.
  • Lenin, Apa Jang Harus Dikerdjakan? 
  • Lenin, Kuliah Tentang Revolusi 1905.
  • D.N. Aidit, Laporan pada Sidang Pleno ke-2 CC Kongres Ke-VI PKI.
  • Mao Tjetung, Pilihan Tulisan2. Edisi Inggris Djilid IV.
  • D.N. Aidit, Kibarkan Tinggi2 Pandji Revolusi.
  • D.N. Aidit, Kibarkan Tinggi2 Pandji Revolusi.
  • Lenin, Apa Jang Harus Dikerdjakan?
  • D.N. Aidit, Kibarkan Tinggi2 Pandji Revolusi.
  • Mao Tjetung, Revolusi Tiongkok dan Partai Komunis Tiongkok, Edisi Inggris.
  • Lenin, Negara dan Revolusi.
  • Lenin, Negara dan Revolusi.
  • D.N. Aidit, Kibarkan Tinggi2 Pandji Revolusi.
  • Lenin. Negara dan Revolusi.
  • Pemimpin Partai Komunis Italia menganggap bahwa diktatur proletariat di Italia dapat dibentuk bukan melalui revolusi proletar dengan menghantjurkan mesin negara burdjuis, tetapi melalui perubahan ber-angsur2 dalam struktur negara, dengan menggunakan UUD Italia dan dengan tjara parlementer.
  • D.N. Aidit, Kibarkan tinggi2 Pandji Revolusi.
  • D.N. Aidit, Kibarkan tinggi2 Pandji Revolusi.
  • Lenin, Dua Taktik Sosial Demokrasi Dalam Revolusi Demokrasi.
  • Lenin, Negara dan Revolusi.
  • Lihat Djalan baru Untuk Republik Indonesia (Resolusi Politbiro CC PKI, Agustus 1948).
  • D.N. Aidit, Peladjaran Dari Sedjarah PKI (Pidato ulangtahun ke-40 PKI).
  • Laporan Politik D.N. Aidit pada Sidang Pleno Ke-4 CC Kongres Nasional Ke-V PKI.
  • D.N. Aidit, Kibarkan tinggi2 Pandji Revolusi.
  • D.N. Aidit, Laporan kepada Sidang Pleno Ke-4 CC PKI, Mei 1965.
  • D.N. Aidit, Laporan umum Kepada Kongres ke-VII PKI (1962).
  • D.N. Aidit, Kibarkan tinggi2 Pandji Revolusi.
  • D.N . Aidit, Pidato pada Konferensi Teori Ke-1 PKI.
  • D.N. Aidit, Kibarkan tinggi2 Pandji Revolusi.
  • D.N. Aidit, Laporan pada Sidang pleno Ke-2 CC kongres Ke-VI PKI.
  • Lenin, Dua Taktik Sosial Demokrasi Dalam Revolusi Demokrasi.
  • J.W. Stalin, Masalah2 Leninisme.
  • J.W. Stalin, Masalah2 Leninisme.

No comments:

Post a Comment