Wednesday, September 15, 2010

(PLEDOI) KRITIK OTOKRITIK SEORANG POLITBIRO CC PKI

Butir terpenting KOK adalah kritik sangat tajam dan luas terhadap politik PKI dan tingkah laku para pemimpinnya selama dibawah pimpinan DN Aidit dkk. Pimpinan Polit Biro baru, pasca G 30 S 1965, Sudisman dkk menerima kritik tersebut sebagai kritik atas dirinya sendiri, sehingga disebut Otokritik.

Pendek kata selama masa kepemimpinan DN Aidit, politik PKI adalah politik borjuis kecil yang plin-plan dan tidak revolusioner, sifat-sifat yang juga diperlihatkan pada para tokoh pimpinannya. Karena itu KOK menghendaki adanya perubahan fundamental dan menyeluruh, baik dibidang ideologi, politik dan organisasi. 

Sebuah kesadaran yang terlambat, setelah kegagalan Avonturisme G 3O S, yang pada akhirnya menyeret PKI kedalam kehancuran yang sistematis.

Thursday, September 9, 2010

NAAR DE "REPUBLIEK INDONESIA"

Brosur berjudul "Naar de Republiek Indonesia" (Menuju Republik Indonesia) ini ditulis Tan Malaka dalam bahasa Belanda tahun 1924. Ia membuatnya dalam pengasingan, di Canton..

Brosur Naar de Republiek Indonesia ditulis lebih awal dibanding Indonesia Vrije (Moh. Hatta, 1928), atau Mencapai Indonesia Merdeka (Soekarno, 1933). Brosur yang diselundupkan ke Hindia Belanda secara ilegal ini pula yang menginspirasi pembuatan 2 buku karya Dwi-Tunggal itu.

Salah satu gagasan penting dalam buku ini, adalah sistem pengelolaan bangsa oleh organisasi tunggal yang efisien. Mirip negara sosialis pada umumnya. Tidak meniru sistem Trias Politika Montesquieu.

Mengapa demikian? Karena badan legislatif hanyalah "warung kopi orang-orang kuat". Mereka hanya sebatas membuat aturan, dan hanya ongkang-ongkang kaki saat badan eksekutif pontang-panting menegakkan eksistensi negara. Bahkan, cuma sekedar mengkritik! Akibatnya, karena kurang pekerjaan, mereka akan "berselingkuh" dan "kongkalikong" dengan badan negara lainnya demi perut sendiri.

Gagasan Tan Malaka ini benar-benar berlaku. Saat ini, kita hanya bisa menyesali perilaku badan legislatif kita, yang benar-benar bertindak sesuai ramalan Tan Malaka.

Wednesday, September 8, 2010

MENTJAPAI INDONESIA MERDEKA

Ringkasan "visi-misi" Bung Karno ini berdasarkan “Mencapai Indonesia Merdeka” dalam Ir. Sukarno, Dibawah Bendera Revolusi (Djakarta: Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1964), jilid pertama, cetakan ketiga, hlm. 257-324.

Seperti diungkapkan di bagian awal karya ini, Sukarno menuliskannya di Pangalengan pada 30 Maret 1933. Pangalengan, suatu kota kecil pegunungan di sebelah selatan kota Bandung. “Sekembali ... dari ... tournĂ©e ... ke Jawa Tengah ... membangkitkan Rakyat sedjumlah 89.000 orang,” Sukarno “berpakansi beberapa hari [di sana] melepaskan kelelahan badan.”

Ia sendiri menyebut karyanya ini “risalah”, juga “vlugschrift”, yang dua-duanya berarti karangan ringkas, brosur, pamflet.
Risalah ini ditujukan kepada “orang yang baru mendjejakkan kaki di gelanggang perjoangan”. Agar tidak “terlalu tebal” dan “terlalu mahal”, “hanya garis-garis besar sahaja” yang dikemukakan. “Mitsalnya fatsal ‘Di Seberang Jembatan Emas’ kurang jelas, sehingga akan dipaparkan lebih rinci dalam karya lain.

KE ARAH INDONESIA MERDEKA

Tulisan tentang “visi-misi” Bung Hatta ini pertamakali terbit pada 1932 berbentuk brosur berisi asas dan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia, kemudian dimuat dalam buku bunga-rampainya, Kumpulan Karangan, jilid I (Djakarta: Balai Buku 1952-53, empat jilid). 

Ringkasan ini disusun berdasarkan karya yang sama yang dimuat dalam Karya Lengkap Bung Hatta (Buku 1): Kebangsaan dan Kerakyatan (Jakarta: Penerbit PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1998) hlm 211-230. Brosur ini langsung mulai dengan semacam pengantar tanpa sub-judul, lalu seterusnya terdiri dari tiga sub-judul:
 
  • Kebangsaan
  • Kerakyatan
  • Arti Kedaulatan Rakyat bagi Pergerakan Sekarang

HIKAYAT KADIROEN


Kalau seorang aktivis Partai Komunis menulis sebuah novel, apakah kemudian novel itu jadi novel komunis? Pertanyaan ini bisa dijawab ya, bisa dijawab tidak, atau malah jadi perdebatan panjang. Namun, membaca satu karya seorang tokoh Partai Komunis Indonesia, Semaoen, yang sekarang diterbitkan kembali oleh Bentang Budaya, bertajuk Hikajat Kadiroen: Sebuah Novel, perdebatan itu mungkin tidaklah sangat rumit. 

Novel yang diterbitkan pertama kali di Semarang pada tahun 1920 itu dengan jelas menunjukkan simpati yang besar kepada komunisme, tepatnya Partai Komunis di Hindia masa itu. Bahkan, di salah satu bagiannya digambarkan dengan gamblang gagasan sosial politik komunisme. 

Di tengah kontroversi soal gagasan untuk menghapus ketetapan MPR mengenai pelarangan ajaran komunisme, novel ini seakan menginterupsi. Dia menyela dengan sebuah fakta sejarah, yakni dirinya sendiri, untuk dipertimbangkan kembali eksistensinya sebagai bagian dari sejarah yang terlanjur termanipulir sedemikian rupa pada rentang panjang masa Orde Baru.

Tuesday, September 7, 2010

REVOLUSI INDONESIA

Note ini diambil dari buku CAPITA SELECTA 2, buku yang berisi kumpulan pidato dan tulisan NATSIR medio 1950-1955

Keragaman hidup !
Kemerdekaan beragama!
Kesatuan bangsa !

Kita perjuangkan Negara, kita letuskan Revolusi pada 17 Agustus 1945. Tetapi perjuangan kemerdekaan bukan dimulai pada 17 Agustus 1945 itu.

Perjuangan mengadu tenaga politik dengan politik, antara rakyat Indonesia dengan pemerintah kolonial Belanda sudah berumur lebih dari 9 tahun itu. Didalam rangkaian politik, perjuangan itu telah dimulai semenjak tahun 1905, dengan berdirinya Serikat Dagang Islam, oleh Haji Samanhudi dan kawan2-nja. Serikat Dagang Islam diiringi oleh „Boedi Oetomo" (1908). Pada tahun 1912 berdirilah Partai Serikat Islam, sebagai satu organisasi massa yang pertama kali. Itulah saatnya kita mulai mengadu tenaga politik dengan penjajah dengan mengumpulkan tenaga politik dari rakyat umum.

PERJUANGAN KITA

Ringkasan “visi-misi” politik Sutan Sjahrir ini dibuat berdasarkan risalah karya Sutan Sjahrir, Perjuangan Kita (Jakarta: Pusat Dokumentasi Politik Guntur 49, t.t.) yang diterbitkan kembali sebagai “Edisi Khusus Mengenang 90th Sutan Sjahrir”. Perjuangan Kita pertamakali terbit secara resmi pada 10 November 1945.

Risalah ini terdiri dari 14 sub-judul:
    1. Kata Pengantar, 2. Pendahuluan, Keadaan sehabis perang dunia kedua, 3. Kedududukan Indonesia di dunia sekarang, 4. Revolusi Kerakyatan, 5. Revolusi Nasional, 6. Revolusi dan Pembersihan, 7. Revolusi dan Partai 8. Revolusi dan Pemerintahan, 9. Memperjuangkan isi kemerdekaan, 10. Pembencian Bangsa Asing, 11. Kaum Buruh, 12. Kaum Tani, 13. Pemuda, 14. Tentara

    JALAN BARU REPUBLIK INDONESIA

    "Apa misteri yang terkandung dibalik Kepulangan Musso ke Indonesia setelah 20 tahun menetap di Moskow ?"

    Menurut sejarawan Rusia, Larissa Efimova, yang meneliti dokumen dari Central Committee of the All Union Communist Party (Bolshevik)—CCAUCP (B)—yang telah dideklasifikasi, khususnya arsip dari Departemen Luar Negeri Komite Sentral AUCP. Efimova menuliskan hasil risetnya dalam berkala Indonesia and the Malay World, Juli 2003, dengan judul ”Who Gave Instructions to the Indonesian Communist Leader Musso in 1948?”

    Dari berbagai dokumen itu, Efimova, yang mengajar di Moscow State Institute of International Relations (MGIMO), tidak bisa melacak adanya ”instruksi Moskow” pada Musso. Namun dari situ bisa dilacak sumber dan gagasan yang kemudian dikembangkan Musso menjadi konsep ”Jalan Baru untuk Republik Indonesia”.

    DOKUMEN SUPARDJO

    Salah seorang konspirator G-30-S yang ada di pangkalan udara Halim pada 1 Oktober, yaitu Brigadir Jenderal Supardjo, menulis sebuah analisis postmortem tentang kegagalan mereka. Tulisan ini diberinya judul “Beberapa Pendapat jang Mempengaruhi Gagalnja ‘G-30-S’ Dipandang dari Sudut Militer”.

    Ini satu-satunya dokumen yang tersedia sampai sekarang yang ditulis oleh pelaku G-30-S sebelum ia tertangkap. Dengan demikian, informasi yang terkandung di dalamnya mempunyai bobot keterandalan dan kejujuran yang khas.

    Supardjo menulis demi kepentingan kawan-kawannya, bukan bagi para interogator dan penuntut umum yang memusuhinya. Jika kita hendak menganalisis G-30-S lagi, seyogianya kita mulai dengan dokumen ini, melihat kesimpulan apa yang dapat ditarik dari sana, dan kemudian memeriksa kembali bukti-bukti yang ada dengan mempertimbangkan dokumen ini.